Desa Karangsono, Kecamatan Bangsalsari, Kabupaten Jember, terus memimpin perubahan dengan langkah-langkah inovatif dalam mewujudkan pertanian berkelanjutan dan ramah lingkungan. Dalam upaya untuk mencapai kemandirian desa, dua konsep utama, yaitu sistem akuaponik dan produksi pupuk organik, menjadi pilar dalam mengembangkan lingkungan pertanian yang lebih efisien dan berkelanjutan.
Namun, di tengah upaya positif ini, Desa Karangsono juga menghadapi tantangan serius terkait manajemen limbah kotoran hewan. Meskipun kotoran hewan melimpah di seluruh peternakan desa, pemanfaatannya terbatas pada penjualan dengan nilai ekonomi yang rendah di pasaran. Hal ini membuat limbah kotoran hewan kurang bermanfaat bagi sektor pertanian desa.
Untuk mengatasi permasalahan ini, mahasiswa KKN UMD Kelompok 24 sedang mengembangkan solusi inovatif. Salah satu langkah yang diambil adalah mengintegrasikan limbah kotoran hewan ke dalam proses produksi pupuk organik. Dengan demikian, limbah yang sebelumnya dianggap sebagai masalah menjadi peluang untuk menciptakan sumber daya berharga yang mendukung pertanian berkelanjutan.
Mahasiswa KKN UMD kelompok 24 memahami bahwa penggunaan pupuk instan semakin marak saat ini, namun, mereka yakin bahwa pupuk organik yang dihasilkan dari limbah kotoran hewan akan memberikan alternatif yang lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan. Pupuk organik tidak hanya menyediakan nutrisi tanah yang seimbang, tetapi juga mengurangi ketergantungan pada bahan kimia yang dapat merusak lingkungan.
Kandungan yang ada di pupuk organik yang berasal dari kotoran hewan diantaranya adalah Nitrogen (N) yang merupakan unsur esensial untuk pertumbuhan  dan membantu meningkatkan kualitas tanah. Selain Nitrogen terdapat Fosfor (P) yang bermanfaat untuk pembentukan akar dan perkembangan buah pada tanaman. Terdapat juga Kalium (K), bahan organik, dan Mikroorganisme tanah yang saling bersinergi dalam menyuburkan tanah dan membantu tanaman dalam masa tumbuh kembangnya.
Selain pembuatan pupuk organik, mahasiswa KKN UMD juga berinovasi untuk membuat suatu sistem yang menghubungkan antara budidaya akuakultur (Budidaya ikan) dan hidroponik (budidaya tanaman atau sayuran tanpa media tanah) yang diberinama Akuaponik.
Akuaponik adalah sebuah sistem pertanian yang mengintegrasikan budidaya ikan dengan pertumbuhan tanaman dalam satu lingkungan yang saling mendukung. Sistem ini menggabungkan budidaya ikan (akuakultur) dan pertanian tanaman air (hidroponik) dalam suatu ekosistem tertutup. Dalam sistem akuaponik, air yang digunakan untuk budidaya ikan mengandung nutrisi dari kotoran ikan.
Prosesnya dimulai dengan pemberian makanan kepada ikan, yang menghasilkan kotoran. Kotoran ini kemudian ditempatkan dalam sistem tanaman, di mana bakteri-bakteri yang menguntungkan menguraikan kotoran menjadi nutrisi yang dapat diserap oleh tanaman. Tanaman kemudian membersihkan air dari nutrisi berlebih, dan air yang sudah bersih kembali ke bak ikan. Ini menciptakan lingkungan yang saling menguntungkan, di mana ikan menyediakan nutrisi bagi tanaman, dan tanaman membersihkan air bagi ikan.
Keuntungan utama akuaponik adalah efisiensi penggunaan air yang tinggi, karena air dapat digunakan kembali dalam sistem. Selain itu, akuaponik mengurangi ketergantungan pada pupuk kimia, menciptakan pertanian yang lebih organik dan ramah lingkungan. Sistem ini juga menggabungkan budidaya ikan dan pertanian tanaman, memberikan keberagaman hasil pertanian dan meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan. Akuaponik sering digunakan dalam skala kecil hingga besar, baik di tingkat rumah tangga maupun komersial.
Langkah-langkah inovatif ini sejalan dengan semangat Kuliah Kerja Nyata Unej Membangun Desa, di mana mahasiswa dan tim terlibat langsung dalam upaya mewujudkan desa yang mandiri dan berkelanjutan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H