Pagi dimulai dari bangun tidur yang dilanjut sholat berjamaah kemudian activity lainnya, ada beberapa kelompok menuju desa yang baru kemarin mengalami banjir. Menjadi sorotan pihak yang agung. Keluh kesah yang dituturkan oleh ibu Sumarmi membuat hati iba ingin merangkul. Tapi siapakah kami? Hanya sebagai fasilitator dan penyadar saja yang mengharapkan kesadaran dan kerjasama masyarakat. Bagai diteror alam, ketika mendengar hujan berjatuhan harus bersiap berlari menuju tanah yang lebih tinggi begitu tuturnya.Â
Menurut bu Sumarmi perbaikan tanggul lebih penting walaupun hanya sementara daripada bansos yang semua tangan menengadahi. Bansos tidak melulu untuk yang membutuhkan bahkan yang tidakpun menerimanya. Tidak adil bukan? Ya begitulah keluh kesah bu Sumarmi sebagai ibu dari RT dusun itu.Â
Kemudian kami berpamitan untuk pulang setelah menyurvei tanggul belakang rumahnya yang jebol dengan sangat hebatnya dan mengerikan bagi warga di sana. Sampai di jalan, sangat disayangkan jika harus melewati keindahan sungai yang ada di perbatasan Lumajang-Malang yang di kelilingi oleh bukit-bukit tinggi nan hijau. Sangat cocok untuk memanjakan mata namun memberikan kesan tersendiri untuk warga sekitar ketika terus di cekoki air langit. Keindahan ini bak masalalu, indah begitu sangat indah namun bisa menyakitkan mental.
Selain menelusuri dusun yang naik turun, kami juga menelusuri dusun krajan sebagai dusun utama desa Purorejo kami. Uniknya, kami untuk berkeliling dusun ini melewati jembatan yang putus. Eitsss tapi masih bisa dilewati yaaa.. karena jembatannya hampir putus bukan sudah putus. Dikatakan jembatan putus karena boomingnya memang begitu.Â
Setelah sekitar 10 menit menyusuri, akhirnya kami bertemu dengan kumpulan ibu-ibu yang sedang duduk bersantai. Para ibu ini berjumlah empat yaitu mak Ya, buk Paiyem, bak Uci, dan bak Usi. Beliau bercerita tentang kondisi masyarakat sekitar dusun Krajan mengenai keagamaan yang sudah terstruktur di dusun ini. Selain itu, ibu disini bercerita tentang masyarakat perantauan yang diakibatkan oleh kebutuhan keluarga yang belum tercukupi. Hari semakin sore, masing-masing kelompok pulang ke posko untuk melanjutkan kegiatan lainnya. Jam 14.00, ada jadwal Les Gratis di kantor kepala desa, dan kami bersiap-siap melaksanakan kewajiban yang kami buat sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H