Nyadran merupakan salah satu tradisi yang masih lekat dalam kehidupan masyarakat Jawa. Nyadran berasal dari bahasa Sanskerta “Sraddha”yang artinya keyakinan. Tradisi Nyadran merupakan suatu budaya mendoakan leluhur yang sudah meninggal dan seiring berjalannya waktu mengalami proses perkembangan budaya sehingga menjadi adat dan tradisi yang memuat berbagai macam seni budaya. Nyadran dikenal juga dengan nama Ruwahan, karena dilakukan pada bulan Ruwah. Tradisi Nyadran berdasarkan sejarahnya merupakan suatu akulturasi budaya jawa dengan islam.
Pada hari Rabu- Kamis, 06-07 Maret 2024. Masyarakat Desa Kebonan, Kecamatan Karanggede, Kabupaten Boyolali mengad akan acara Sadranan yang berlokasi di Makam Dusun Pulutan. Sadranan atau yang sering disebut Nyadran merupakan tradisi yang dilakukan oleh orang jawa yang biasanya diadakan di bulan Sya’ban atau Ruwah ( Sebelum bulan Ramadhan) untuk mengucapkan rasa syukur kita dengan mengunjungi makam atau kuburan leluhur yang ada di kelurahan atau desa. Kegiatan Nyadran sendiri bertujuan untuk sarana mendoakan leluhur yang telah meninggal dunia, serta sebagai pengingat diri bahwa semua manusia pada akhirnya akan mengalami kematian, serta digunakan sebagai sarana untuk melestarikan budaya gotong royong dalam masyarakat sekaligus upaya untuk dapat menjaga keharmonisan bertetangga. Kegiatan yang dimulai hari Rabu malam ini di ikuti oleh lebih kurang dari 200 orang, baik dari kalangan masyarakat setempat, santri pondok, Maupun Tim KKN UNNES GIAT 8. Kegiatan yang di lakukan di desa Kebonan antara lain:
- Melakukan besik, yaitu pembersihan makam leluhur dari kotoran dan rerumputan. Dalam Kegiatan ini masyarakat dan antar keluarga saling bekerjasama gotong-royong untuk membersihkan makam leluhur.
- Kirab, merupakan arak-arakan peserta Nyadran menuju ketempat upacara adat dilangsungkan.
- Ujub, menyampaikan Ujub atau maksud dari serangkaian upacara adat Nyadran oleh Pemangku Adat.
- Doa, Pemangku Adat memimpin kegiatan doa bersama yang ditujukan kepada roh leluhur yang sudah meninggal.
- Kembul Bujono dan Tasyukuran, setelah dilakukan doa bersama kemudian dilanjutkan dengan makan bersama. Masyarakat menggelar Kembul Bujono atau makan bersama dengan setiap keluarga yang mengikuti kenduri harus membawa makanan sendiri. Makanan yang dibawa berupa makanan tradisional, seperti ayam ingkung, sambal goreng ati, urap sayur dengan lauk rempah, prekedel, tempe dan tahu bacem, dan lain sebagainya. Setelah masyarakat telah berkumpul dan membawa kendurinya masing-masing, kemudian makanan yang dibawa diletakkan didepan untuk didoakan oleh pemuka agama setempat untuk mendapatkan berkah dan kemudian tukar menukar makanan yang tadi dibawa oleh masyarakat, untuk mengakhiri acara kemudian masyarakat melakukan makan berasama dengan saling bersendau gurau untuk saling mengakrabkan diri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H