MALANG - Kasus perundungan atau yang kerap dikenal sebagai bullying, nyatanya masih marak terjadi di sekitar kita, khususnya pada lingkungan pendidikan. Dikutip melalui laman SuaraMalang.id pada tanggal 2 September 2022, seorang ibu melaporkan kasus bullying yang menimpa anaknya sendiri ke POLRESTA Malang Kota. Selain itu, pada bulan Juli 2022 di Tasikmalaya telah terjadi kasus bullying yang berakibat pada tewasnya korban yang merupakan salah satu siswa sekolah dasar. Berdasarkan data KPAI hingga bulan Juli tahun 2022, tercatat 226 kasus bullying yang melibatkan kekerasan fisik maupun psikis. Tingginya angka kasus dan maraknya kasus bullying yang terjadi akhir-akhir ini mengartikan bahwa perlunya ada perhatian khusus dalam mencegah kejadian serupa.
Berangkat dari fenomena miris tersebut, tim mahasiswa MBKM-MD (Merdeka Belajar Kampus Merdeka-Membangun Desa) Universitas Negeri Malang berinisiatif dalam memberikan pemahaman bullying melalui workshop psikoedukasi. Psikoedukasi ini bertujuan sebagai bentuk upaya preventif sekaligus meningkatkan kesadaran mengenai dampak dari bullying. Alifia Damara Nurochim, selaku pemateri yang juga mahasiswi program studi Psikologi, menyampaikan bahwa selain berdampak pada bidang akademis, bullying juga dapat memengaruhi psikologis korban. Perilaku bullying sendiri merupakan tindakan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan memanfaatkan kekuatan untuk menyudutkan orang lain. Tindakan ini biasa dilakukan berulang dan diiringi niat khusus untuk menyakiti individu lain melalui cara fisik, verbal, emosional, bahkan seksual.
Kegiatan psikoedukasi tersebut dilaksanakan pada hari Sabtu (22/10/2022) yang berlokasi di SD Negeri 1 Tunjungtirto dengan dihadiri oleh siswa kelas lima. Rangkaian kegiatan dimulai dengan menanyakan 'kabar pagi', lalu dilanjutkan dengan pemberian kuesioner pre-test. Setelah selesai mengerjakan kuesioner, para siswa diberikan wawasan mengenai bullying. Di akhir rangkaian acara terdapat pengerjaan post-test serta pembagian reward. Pemberian pre-test dan post-test ditujukan dalam mengukur pemahaman siswa saat sebelum dan setelah pemberian materi.
Selain pemberian materi mengenai dampak dari bullying, pemateri juga mengenalkan beberapa tokoh yang biasanya dijumpai dalam suatu peristiwa bullying yaitu korban, pelaku, dan saksi. Para siswa juga dibekali pemahaman apa yang harus dilakukan jika suatu saat mereka menjadi salah satu tokoh korban maupun saksi. Salah satu poin penting yang perlu ditanamkan adalah untuk tidak ikut bertindak sebagai pelaku bullying melalui cara merangkul korban dan segera melaporkan peristiwa tersebut kepada orang tua serta guru.
Tak disangka, sepanjang kegiatan psikoedukasi para siswa terlihat antusias dan memberikan atensi penuh. Melalui adanya psikoedukasi ini diharapkan dapat memberikan wawasan sedini mungkin terkait dampak buruk dari adanya bullying. Pembentukan karakter untuk berani memutus rantai bullying disampaikan pemateri melalui kutipan berikut,
"Pembully (pelaku bullying) biasanya adalah orang yang merasa kecil dan tidak percaya diri. Oleh karena itu, ia akan berusaha untuk 'mengecilkan' orang lain agar ia merasa lebih besar."
Kontributor : Alifia Damara Nurochim