Mohon tunggu...
KKN 51 KLABANG
KKN 51 KLABANG Mohon Tunggu... Editor - Universitas Jember

KKN 51 Tematik Desa Klabang

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Budidaya Tanam Padi Secara Konvensional di Desa Klabang, Bondowoso

27 Januari 2023   06:56 Diperbarui: 27 Januari 2023   06:58 209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kabupaten Bondowoso terutama desa Klabang memiliki lahan pertanian cukup luas sehingga sektor pertanian merupakan sektor ekonomi basis di desa Klabang sendiri. 

Ditinjau dari seluruh luas wilayah, 90,08% lahan di Kabupaten Bondowoso digunakan untuk pertanian yaitu persawahan. Daerah subur di tanah lembah pegunungan cocok ditanami padi atau palawija. 

Di desa Klabang hampir semua petani membudidayakan tanaman padi. Tanaman padi (Oryza sativa L.) merupakan bahan makanan pokok Sebagian besar penduduk Indonesia. Permintaan akan beras terus meningkat seiring bertambahnya jumlah penduduk dan terjadinya perubahan pola makanan pokok dari umbi-umbian ke beras.

Sistem tanam yang banyak digunakan oleh petani di desa Klabang yaitu sistem konvensional. Sistem tanam padi konvensional merupakan sistem tanam padi yang di terapkan oleh petani dengan mengatur sama jaraknya antar baris tanaman sehingga tanaman terlihat berbaris rapi dan lahan terisi penuh.

Pada pertanian konvensional alat-alat yang digunakan masih sederhana misal cangkul, sabit, kerbau untuk membajak, tenaga manusia untuk menanam dan memanen serta untuk pengolahan pasca panennya. 

Biaya-biaya produksi yang dikeluarkan untuk pertanian konvensional cukup besar dikarenakan pada pertanian konvensional cenderung membeli pestisida kimia ataupun pupuk kimia. 

Jika dilihat dari pengaruhnya terhadap lingkungan, pertanian konvensional menyebabkan pencemaran lingkungan dengan residu dari penggunaan bahan kimia yang dapat menyebabkan polusi di lingkungan.

Adapun faktor yang menyebabkan petani masih mempertahankan sistem konvensional dikarenakan sulit menerima sistem baru dan lebih memilih menggunakan sistem konvensional secara turun temurun, kurangnya informasi tentang teknologi terbaharukan, dan rendahnya tingkat pendidikan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun