Mohon tunggu...
Aleksius Erom
Aleksius Erom Mohon Tunggu... Penulis - siapakah manusia itu?

berpikir dan bertindak

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Konsumerisme: Memudarnya nilai guna beralih ke nilai simbol

19 April 2021   20:03 Diperbarui: 20 April 2021   13:03 340
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jika dari kita sudah merasa bahwa segala kebutuhan telah terpenuhi, mungkin lebih baik tidak perlu ada yang dikhwatirkan lagi. Jika harus seperti itu idealnya, bagaiamana dengan hari ini kita mencermatinya, bahwa penting untuk dijernihkan kembali bagaimana bentuk-bentuk relasi yang dibangun dari sudut pandang sosial, ekonomi dan budaya sebagai topic krusial guna melacak apa yang sekiranya patut dipersoalkan dengan melihat hubungan sebab-akibat model kehidupan masyarakat di zaman sekarang. Hidup masyarakat yang terlampau jauh ke belakang jelas sangat berbeda dengan kondisi hari-hari ini, demikian halnya jika ditarik dari sisi kemajuan (baca; modern) pada dasarnya tentu melewati banyak proses, waktu yang panjang serta berbagai dinamika yang menyertainya.

Untuk bisa sampai ke titik ini sejarah telah memberi begitu banyak catatan-catatan penting. Ulasaan kali ini akan menggambarkan seperti apa dan bagaiamana hadrinya wajah kapitalisme dalam kehidupan modern sekarang ini. Herbet Marcuse. Salah seorang tokoh dari mazhab frankfurt punya kajian khas dalam melihat munculnya kapitalisme-lanjut, maksud kapitalisme lanjut ini adalah sebagai bentuk transformasi dari kapitalisme sebelumnya, yang banyak orang menganggap atau memprediksi pada waktu itu bahwa kapitalisme akan bangkrut (Depresi ekonomi tahuan 1930an eropa dan amerika). namun kemunculannya membawa cara dan praktek baru dengan tampilan (baca: wajah) yang bernuansa humanis, di balik model cara kerja seperti itu ternyata bukan tanpa alasan, ini bertujuaan  untuk mengurangi pertentangan antara kapitalisme dan buruh. Karakter  dari kapitalisme lanjut ini seperti membawa angin segar bagi para buruh, hal itu terlihat dengan diberikan jaminan pekerjan, kesehatan serta hal baik sejenisnya.

  Dalam soal logika produksi, era kapitalisme awal berbeda dengan kapitalisme lanjut. Mode produkasi kapitalisme lanjut bukan di dasarkan pada kebutuhan yang bernilai guna melainkan diciptakan dengan begitu saja dalam arti kehadiranya sengaja diada-adakan( nilai symbol). keberadaan akan hasil produksi (baca; barang-barang) tersebut tidak lagi konsentrasi pada aspek kegunaanya, namun sekali lagi lebih mengkonsumsi nilai symbol (ranah pemaknaan). Pandangan Marcuse tentang kapitalisme-lanjut ini bahwa  kaum capital telah membuka ruang dan membebaskan bagi para kelas pekerja untuk dapat menikamati sarana-sarana dan kemewahan-kemawahan yang ada (baca; fasilitas). Sehingga kemudian bayangan tentang adanya pertentangan keras antara kaum pemodal dan para pekerja tidak akan terjadi, rupanya apa yang di analisis Marcuse sedikit membantu kita menggambarkan era modern. Setelah semua sendi-sendi  dan pola kehidupan di integarasi, orang-orang (baca;kita) sudah seperti bebas dan merdeka menentukan pilihanya.

Kebebasan yang diperoleh bukan semata-mata menjadi pilihan otentik, namun hal itu sarat dengan kepentingan yang nyaris tidak bernilai guna, apa yang tidak membuat kita tertarik ketika media juga berperan aktif menjejali, menyuguhkan sesuatu (baca;iklan-iklan) ini yang disebut Marcuse “desumblimasi represif” memicu kita mendorong untuk memilikinya, tidak berlebihan jika kemudia bahwa modern yang kita anggap sebagai era yang bersifat serba kemudahan, bebas menentukan pilihan, dapat menikmati apa saja  memberi kita kesan bahwa ukuran-ukuran terhadap itu semua sudah membuat kita mampu mengaksesnya, memenuhinya dan bahkan membahagiakan kita sebagai konsumen.

Untuk itu sangat tidak mengherankan di era modern menampatkan manusia sebagai objek atas objek lain, yang artinya kehadiran serta kemunculan barang-barang baru berhasil menyedot perhatian kita untuk mendapatinya, pengaruh yang begitu kuat akan sifat memiliki seolah dirasa masih ada kekurangan-kekurangan yang belum dimilik dan perlu dipenuhi, aktivitas konsumerisme sudah tertanam begitu dalam pada sebagian orang,  kendati itu tidak benar-benar disadari secara kritis. Bagaiamana pun, kemajuan tak terelakan lagi untuk dapat memkanai kebutuhan dan keinginan (modus memiliki) sudah kehilangan esensinya. Selera bukan lagi kita yang ciptakan, melainkan faktor-faktor dari luar mempengaruhi dan membius kita.

                                                                                                 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun