Tahun 2022 menjadi tantangan baru bagi Universitas Jember (UNEJ) untuk mengadakan program Kuliah Kerja Nyata (KKN) berbasis offline yang sebelumnya selama 3 periode melakukan KKN berbasis online akibat tingginya kasus Covid-19. Kepedulian UNEJ terhadap masyarakat terdampak erupsi Semeru pada (4/12/21) dilakukan dengan penerjunan mahasiswa KKN dengan tema “KKN UNEJ Peduli Semeru Tahun 2022”. KKN ini terdiri dari empat (4) tematik, antara lain Kewirausahaan, Desa Tanggap Bencana (Destana), Literasi, serta Stunting dan Sanitasi Lingkungan.
KKN UNEJ kali ini diikuti oleh 15 kelompok dan dilaksanakan di empat (4) desa terdampak erupsi Semeru yang terletak di Kecamatan Candipuro, diantaranya Desa Sumbermujur, Penanggal, Tambahrejo, dan Kloposawit. Desa Kloposawit menjadi lokasi Kelompok 14 KKN UNEJ 2022 dengan Dosen Pembimbing Lapang (DPL) yaitu Dr. Eko Crys Endrayadi, S.S., M.Hum. Desa ini terdiri dari enam (6) dusun, antara lain Dusun Krajan, Pancut, Selorejo, Jurang Geger, Rojobalen dan Kebonjati, yang dipimpin oleh seorang kepala desa yang bernama Marjoko, B.Sc.
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara kepada kepala desa dan beberapa perangkat di sana, terdapat beberapa petani yang memproduksi gula merah sebagai mata pencaharian mereka dalam berwirausaha. Gula merah yang diproduksi berasal dari air nira murni yang diambil dari batang pohon kelapa yang merupakan potensi tanaman terbanyak di Desa Kloposawit. Gula merah ini dianggap memiliki nilai jual dan daya tarik yang tinggi baik bagi masyarakat desa maupun luar daerah. Selama ini, gula merah yang diproduksi petani di Desa Kloposawit mayoritas disetor ke pengepul luar desa dengan harga Rp. 9.000 hingga 12.000 per kilogram.
Hal tersebut menjadi permasalahan serius bagi Kelompok 14 Tematik Kewirausahaan. Penguasaan pengepul luar desa merugikan petani dan pihak desa. Seharusnya, produk gula merah yang terbuat dari air nira tersebut bisa menjadi produk unggulan desa untuk dijual dan dipasarkan ke masyarakat luas melalui pengembangan dan pemberdayaan kelompok masyarakat seperti perkumpulan ibu-ibu PKK (Pembinaan Kesejahteraan Keluarga), tentunya dengan konsep branding dan marketing yang baik. Masalah lain juga berasal dari tidak adanya Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Kloposawit yang mewadahi petani-petani lokal untuk memasarkan produk mereka. “Tidak adanya BUMDes disini karena tidak adanya bangunan sebagai sarana-prasarana dan kurangnya Sumber Daya Manusia (SDM) yang mau andil dalam pengembangan dan pemberdayaan BUMDes, Mas Mbak.” Jelas Marjoko.
Untuk mengatasi hal tersebut, Kelompok 14 Tematik Kewirausahaan merancang sebuah program kerja yaitu Program Pengembangan dan Pemberdayaan PKK Desa Kloposawit. Hal ini disebabkan PKK merupakan kelompok masyarakat Desa Kloposawit yang memiliki kinerja aktif dan mampu mendorong kesuksesan program kerja ini.
Program ini dilakukan dengan sampling gula merah yang dibeli dari beberapa petani, kemudian branding gula merah sebagai produk unggulan Desa Kloposawit yang kemudian dipasarkan melalui sistem digital marketing (pemasaran digital) berupa Instagram, Facebook, Shopee, dan Whatsapp dengan harga menjadi Rp. 15.000,- per kemasan. Kesuksesan pelaksanaan branding dan digital marketing produk gula merah oleh PKK diharapkan dapat menjadikan nilai jual yang tinggi dan pangsa pasar yang luas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H