Mohon tunggu...
KKN 111 Besuki
KKN 111 Besuki Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga

Kuliah Kerja Nyata 111 Besuki merupakan kumpulan mahasiswa UIN Sunan Kalijaga yang mengabdikan diri di Desa Besuki.

Selanjutnya

Tutup

Worklife

Pendapatan Batako Menurun, Dampak "Kehidupan Baru" Pasca Pandemi

25 Agustus 2023   15:26 Diperbarui: 25 Agustus 2023   15:34 173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Batako semen saat ini menjadi material bahan bangunan yang sering dibutuhkan. Namun, dibalik maraknya penggunaan batako semen, tidak serta-merta menjadikan usaha batako menjadi sebuah bisnis menjanjikan. Hal itu dirasakan Adianto, salah satu pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) di sektor konstruksi batako semen di Dusun Tumpuk, Desa Besuki, Kecamatan Besuki, Tulungagung, Jawa Timur.

Adianto mulai merintis usaha batako sejak 2015. Dalam kurun waktu delapan tahun, ia telah melewati banyak hal, termasuk pendapatan dari hasil batako yang tidak dapat diprediksi.

Ia menuturkan, di awal usahanya berdiri pendapatannya selalu naik, seiring dengan permintaan batako yang kian banyak. Namun, semenjak adanya kenaikan BBM membuat menjualannya mengalami fluktuasi.

“Awal-awal saya merintis pendapatan selalu naik dan tinggi pesanan, namun, sejak adanya kenaikan BBM yang terus menerus membuat penjualan tidak dapat diperkirakan karena tergantung dari kebutuhan dan pemasukan si pelanggan juga,” jelasnya.

Selain kenaikan BBM yang cukup signifikan, dampak penurunan pendapatan juga disebabkan karena periode pasca pandemi atau post-pandemic period. Hal itu membuat konsumennya, yang sebagian besar adalah masyarakat sekitar wilayahnya, kewalahan beradaptasi dalam “Kehidupan Baru”.

Pendapatan yang menurun dan tingginya harga barang kebutuhan yang ada menyebabkan turunnya konsumsi dan investasi pada properti, baik dalam lingkup rumah tangga maupun pemerintah. Hal itu juga berimbas ke usaha batako milik Adianto.

Modal pembuatan batako yang kian naik, juga menjadi faktor tambahan dalam menjadikan usahanya kelimpungan. Ia menuturkan bahwa dulu hanya satu buah batako senilai Rp1.200, namun sekarang melambung naik hingga 1.600 per buahnya. Harga tersebut juga belum dihitung dengan tenaga pekerjanya.

“Kalau untuk menaikkan harga jual itu tidak mungkin, karena persaingan antar penjual. Jadi cara efektif sejauh ini dengan membuat campuran komposisi yang sekiranya sesuai harga pasar. Karena ada harga juga ada kualitas,” ungkap Adianto.

Hingga kini, Adianto memiliki empat pekerja aktif dan tiga pekerja tambahan jika permintaan batako sedang tinggi. Dampak penurunan ini membuat Adianto memiliki pekerjaan sampingan, yakni menjadi mandor di beberapa proyek agar usahanya tetap berjalan dan memiliki modal yang pasti.

ditulis oleh Afrahul Fadilah 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun