warisan budaya berasal dari Jawa Timur yang masih hidup sampai sekarang yang berkembang diberbagai daerah termasuk di Dusun Paras. Tradisi ini menggabungkan unsur tari, musik, dan spiritualitas yang menjadikannya sebagai salah satu bentuk ekspresi budaya yang unik
Tradisi Bantengan merupakan salah satuPada Tanggal 21 Desember 2024, kami mahasiswa KKM 07 UIN Malang berkesempatan untuk menyaksikan Pertunjukan Bantengan di Dusun Paras, Desa Karangnongko, Kecamatan Poncokusumo, Kabupaten Malang. Pertunjukan tersebut diselenggarakan dalam rangka Aniversary Grup Bantengan Alam Kibar yang mana merupakan salah satu grup bantengan yang ada di Dusun Paras.
Acara ini dimulai dengan pertunjukan kesenian Jaranan pada sore hari, dan dilanjut acara pembukaan dan pemotongan tumpeng pada malam hari setelah isya’, kemudian dilanjut dengan pertunjukan dari beberapa grup bantengan. Di Dusun Paras terdapat beberapa grup bantengan antara lain Grup Putra Jaler Lembu Gimblah, Maheso Cempoko Mulyo, Alam Kibar dll.
“Asal usul bantengan ini berasal dari lembu suro kediri ada sebuah kerajaan dimana rakyatnya banyak yang kalap terus dicari kenapa kok bisa kalap berjamaah. akhirnya oleh tokoh setempat masyarakat diminta untuk membuat bantengan yang kemudian makhluk halus dipindahkan ke bantengan tersebut. Nah dari peristiwa tersebut akhirnya dilestarikan menjadi sebuah kesenian yang turun temurun hingga saat ini.”ujar Pak Sholeh, Ketua Grup Bantengan Putra Jaler Lembu Gimblah.
Belum diketahui pasti awal mula bantengan muncul di dusun ini tetapi merupakan suatu kebudayaan yang sudah turun temurun dari dulu dan dilestarikan sampai sekarang. Pada awalnya pertunjukan bantengan ditampilkan bebarengan dengan pencak silat. Bantengan ditampilkan sebelum pencak silat. Akan tetapi pada saat ini pertunjukan pencak sudah punah sehingga saat ini yang tersisa hanya kesenian bantengan aja.
Bantengan ini sebagai bentuk pelestarian budaya dan juga pertunjukkan atau atraksi yang menghibur masyarakat setempat. Penampilan bantengan pada awalnya diiringi dengan gong, gendang, gamelan, jidor dan lainya, namun pada era saat ini kebanyakan sudah beralih menggunakan sound sistem. Penggunaan sound sistem ditujukan untuk menarik minat penonton karena kalau menggunakan alat musik manual sudah jarang diminati masyarakat.
“Tidak ada nilai atau makna tersendiri dari tradisi bantengan, hanya sebagai hiburan untuk masyarakat setempat dan juga melestarikan budaya turun temurun hingga saat ini agar tidak punah dengan adanya perkembangan zaman.”ujar Pak Sholeh, Ketua Grup Bantengan Putra Jaler Lembu Gimblah.
Pada kesenian bantengan ini yang menjadi ciri khas yaitu topeng kepala banteng yang terbuat dari kayu dan ditutup menggunakan kulit kambing. Tanduk pada topeng kepala banteng ini terbuat dari tanduk kerbau atau banteng asli. Untuk ukuran topeng disesuaikan keinginan dan kebutuhan pemiliknya masing-masing. Pada grup bantengan sendiri terdiri dari pawang atau pendekar dan juga anak wayang. Ada tirakat khusus yang digunakan untuk menjadi pawang atau pendekar dan anak wayang.
Pertunjukan bantengan di dusun paras ini tidak memiliki waktu khusus untuk mengadakan pertunjukan biasanya dilakukan ketika ada hajatan. Pertunjukkan bantengan sudah diakui dan mendapat izin resmi dari pemerintah dan kepolisian setempat. Untuk prosedur perizinan dimulai dari izin pemilik tempat yang dipakai untuk pertunjukan kemudian RT, RW, Kepala Desa dan Kepolisian.
Writer: Aimmatul Qoyyimah
Editor: Haya Velda Rafidah
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI