Mohon tunggu...
kkl7mangrove
kkl7mangrove Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Pendidikan Biologi

kami merupakan mahasiswa Pendidikan Biologi semester 7 yang sedang menyusun skripsi

Selanjutnya

Tutup

Nature

Fauna Hutan Mangrove Batu Karas, Pangandaran: Indikator Biologis Kualitas Mangrove

30 November 2023   19:33 Diperbarui: 30 November 2023   19:52 402
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
lubang ikan glodok (sumber:dokumentasi pribadi) 

Kabupaten Pangandaran ternyata tak hanya memiliki hamparan pantai yang luas juga memiliki ekosistem Mangrove yang tak kalah indah. Salah satunya adalah Hutan Mangrove Batu Karas. Pesona keindahan Hutan Mangrove Batu Karas ternyata tak hanya dinikmati sebagai tempat wisata tetapi juga membantu meredam tsunami. Hutan Mangrove Batu Karas ditumbuhi oleh species mangrove seperti Nipah (Nypa fruticans), Kijingkang (Rhizopora apiculata), Pedada (Sonneratia alba), dan Api-api (Avicennia alba). 

Selasa, 14 November 2023, mahasiswa Pendidikan Biologi Universitas Muhammadiyah Surakarta, melaksanakan kegiatan Kuliah Kerja Lapangan (KKL) di Pangandaran, Jawa Barat. Kegiatan KKL dilaksanakan selama dua hari dan berlokasi di dua tempat berbeda, yakni di  Hutan Mangrove Batu Karas dekat aliran muara Sungai Bojong Salawe dan aliran muara Sungai Hutan Cagar Alam Pangandaran

Hutan Mangrove Batu Karas 

sumber: dokumentasi pribadi
sumber: dokumentasi pribadi

sumber: dokumentasi pribadi 
sumber: dokumentasi pribadi 

Hari pertama, kegiatan observasi  dilakukan di Hutan Mangrove Batu Karas yang berada di Sanghyangkalang, Desa Batukaras, Kec. Cijulang, Kab. Pangandaran, Jawa Barat. Lokasi tersebut tidak jauh dari lokasi tsunami 17 tahun silam. Selama kegiatan observasi, setiap kelompok mahasiswa didampingi oleh 1 dosen pembimbing dan 1 pemandu lapangan. Dosen pembimbing yang mendampingi kelompok ini ialah Bapak Muhammad Imam Fatkhurohman dan Bapak Bambang (Mr. Beng) sebagai pemandu lapangan.

Hutan Mangrove atau bakau memiliki peran penting bagi kehidupan, di antaranya sebagai penahan arus air laut sehingga mencegah terjadinya erosi termasuk juga sebagai pemecah ombak ketika terjadi tsunami. Hal tersebut disebabkan karena mangrove memiliki karakteristik akar yang unik yaitu akar tunjang yang berfungsi untuk menahan pohon agar tetap tegak berdiri dengan kondisi substrat berlumpur yang tidak stabil. Selain akar tunjang, pohon mangrove juga memiliki akar nafas yang berfungsi membantu proses penyerapan udara. 

Manfaat lain hutan mangrove sebagai penghasil oksigen dan penyerap karbon dioksida, serta tempat hidup berbagai macam fauna. Kesehatan mangrove dapat dilihat dari biodiversitas beberapa satwa khas mangrove yang hidup di dalamnya. Beberapa fauna khas yang dapat kita temukan di Hutan Mangrove Batu Karas diantaranya ikan glodok, kepiting biola, kepiting panjat, kelomang, dan beberapa  jenis gastropoda.

sumber: dokumentasi pribadi 
sumber: dokumentasi pribadi 

Fauna pertama yang kita amati yaitu ikan glodok. Ikan glodok memiliki karakteristik yang unik menyerupai amphibi yaitu dapat hidup di darat dan di air hal tersebut karena adanya modifikasi insang dan kulit. Selain itu memiliki keunikan pada bagian sirip renang yang termodifikasi untuk bergerak di darat dan memiliki sirip perut untuk menempel pada permukaan vertikal. Tubuhnya bulat agak slindris yang memudahkan untuk meloncat diatas lumpur dan air.

Aktivitas ikan gelodok seperti pembuatan sarang di bawah tanah, diperkirakan dapat memengaruhi kemampuan dan konsentrasi karbon ekosistem mangrove yang memiliki potensi untuk menyerap CO2 di atmosfer yang dapat disimpan di dalam tanah. Ikan ini juga dapat dijadikan sebagai salah satu bioindikator pencemaran lingkungan serta dapat bertahan hidup di lingkungan mangrove dengan kadar oksigen dan salinitas rendah.

lubang ikan glodok (sumber:dokumentasi pribadi) 
lubang ikan glodok (sumber:dokumentasi pribadi) 

ikan glodok (sumber: dokumentasi pribadi) 
ikan glodok (sumber: dokumentasi pribadi) 

Fauna berikutnya yang cukup mendominasi adalah jenis kepiting yaitu kepiting panjat dan kepiting biola. Dari pengamatan yang dilakukan, jenis kepiting panjat lebih banyak teramati dibandingkan dengan kepiting biola. Kepiting sendiri dikatakan sebagai spesies kunci di ekosistem mangrove karena aktivitas mereka sebagai deposit feeder (pemakan detritus organik di lumpur). Selain itu, aktivitas membuat sarangnya dapat meningkatkan aerasi tanah dan membantu recycle lumpur mangrove sehingga dapat meningkatkan kesuburan mangrove.

sumber: dokumentasi pribadi 
sumber: dokumentasi pribadi 

Fauna dari kelompok crustacea yang ditemukan selain kepiting yaitu kelomang darat dan air, namun dengan jumlah yang tidak begitu banyak. Kelompok ini memiliki peran penting untuk menjaga siklus rantai makanan yang terjadi di mangrove, sehingga apabila populasinya berkurang akan memengaruhi keseimbangan ekosistem.

sumber: dokumentasi pribadi 
sumber: dokumentasi pribadi 

Fauna berikutnya yang teramati dalam jumlah melimpah adalah kelompok moluska seperti siput susuh dan siput nenek. Moluska merupakan salah satu kelompok fauna yang menghuni ekosistem mangrove turut berperan dalam menentukan produktivitas hutan mangrove yaitu sebagai penyimpan karbon. Dengan adanya beberapa fauna yang berperan penting dalam hutan mangrove, dapat dikatakan bahwa Hutan Mangrove Batu Karas masih dalam kategori sehat.

siput susuh (sumber: dokumentasi pribadi) 
siput susuh (sumber: dokumentasi pribadi) 

siput nenek (sumber: dokumentasi pribadi) 
siput nenek (sumber: dokumentasi pribadi) 

“Hewan-hewan yang sering ditemukan di sini (Mangrove Batukaras) ada kepiting, kelomang, ikan glodok, burung bangau juga ada. Kalau kepiting bakau, saya belum pernah ketemu” ujar Pak Bambang, Selasa (14/11), selaku pemandu lapangan hutan mangrove.

Aliran Muara Sungai Cagar Alam Pangandaran 

sumber: dokumentasi pribadi 
sumber: dokumentasi pribadi 
sumber: dokumentasi pribadi 
sumber: dokumentasi pribadi 

Hari berikutnya, penelusuran fauna kembali di lakukan pada muara sungai yang terletak di sisi barat Cagar Alam Pangandaran. “Dahulu di muara sungai ini sempat ditanam pohon mangrove, namun pohon mangrove tidak tumbuh karena substrat pada sungai yang berbeda” ujar Pak Bambang (15/11). Fauna yang ditemukan di sekitar muara sungai adalah ikan glodok dan kepiting. Ikan glodok yang ditemukan memiliki kenampakan yang sama dengan ikan glodok yang di temukan di Hutan Mangrove Batu Karas. Sedangkan jenis kepiting yang ditemukan berbeda dengan jenis kepiting yang khas ada di bakau.

kepiting serasah (sumber: dokumentasi pribadi) 
kepiting serasah (sumber: dokumentasi pribadi) 

kepiting serasah (sumber: dokumentasi pribadi)
kepiting serasah (sumber: dokumentasi pribadi)

ikan glodok (sumber: dokumentasi pribadi)
ikan glodok (sumber: dokumentasi pribadi)

Dari hasil observasi selama dua hari, dapat disimpulkan bahwa fauna yang terdapat di Hutan Mangrove Batu Karas dan muara Sungai Cagar Alam Pangandaran memiliki perbedaan. Hal tersebut disebabkan karena perbedaan habitat pada kedua tempat. Habitat Hutan Mangrove Batu Karas memiliki kondisi yang khas dengan substrat berupa lumpur dan ditumbuhi berbagai jenis tumbuhan mangrove, sedangkan habitat muara sungai cagar alam memiliki kondisi substrat pasir halus dengan vegetasi yang belum mencirikan khas hutan mangrove.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun