Rasis adalah sesuatu hal yang membeda-bedakan antar sesama makhluk hidup, misalnya membedakan antar suku, kebudayaan, agama atau kepercayaan, warna kulit, dan sebagainya. Rasisme juga dapat dikatakan jika segolongan ras tertentu menganggap bahwa rasnya lah yang paling unggul dibandingkan ras lainnya. Hal ini terjadi karena manusia kurang sadar antar sesama manusia atau kurangnya rasa kasih sayang antar sesama. Di Indonesia, kasus rasisme ini sudah banyak sekali terjadi, kasus ini menimbulkan banyak sekali dampak negatif antar sesama manusia. Tak hanya pada daerah atau suku, rasisme juga terjadi dikalangan remaja Indonesia. Khususnya remaja usia 14-16 tahun.
Salah satu penyabab timbulnya rasisme dalam remaja adalah adanya anggapan bahwa seseorang atau suatu kelompok merasa lebih baik dibandingkan yang lain, baik itu dari segi biologis, keturunan, suku maupun hal lainnya. Biasanya, para remaja menyebutnya dengan istilah Gapping atau Ngegeng . Sebagai contoh, banyak sekali remaja yang memanggil nama temannya dengan sebutan-sebutan khusus. Seperti Si Hitam, Si Putih, Cina, Ambon, dan masih banyak lagi. Sebagian besar remaja mengaku bahwa mereka melakukan hal ini hanya untuk memenuhi kesenangan sendiri, atau supaya mereka tidak dianggap aneh dibanding yang lain.
Mungkin, rasis di kalangan para remaja seakan-akan masih dianggap kecil. Namun sebenarnya, tanpa disadari, perilaku rasis semacam itu bisa berdampak buruk bagi kondisi psikologis teman-teman yang menjadi “korban”. Meskipun hanya candaan, hal ini dapat membuat individu yang bersangkutan menjadi lebih sensitif. Ia bisa merasa dirinya didiskriminasi, tertekan, dan yang lebih parah lagi dapat menimbulkan hilangnya harga diri sehingga merasa tidak dihargai lagi.
Rasisme tidak juga selalu berasal dari lingkungan sekitar kita. Saat ini, banyak sekali media Indonesia seperti televisi yang menayangkan atau mempertunjukkan sinetron yang memiliki unsur rasisme. Sebagai contoh nyata, kata “kampungan”. Jika kita perhatikan, dalam sinetron kata “kampungan” berarti penghinaan terhadap orang kampung yang dilakukan oleh orang kota. Sebagai orang kampung, tentu hatinya akan merasa tersakiti. Walaupun hanya sinetron, tetapi hal ini tidak baik untuk diperlihatkan kepada anak-anak atau remaja seusia kita, karena dapat berpengaruh terhadap diri mereka, khususnya anak-anak pedesaan. Mereka akan merasa minder dan tidak memiliki kepercayaan diri. Jika sudah begitu, maka ingin jadi seperti apa generasi muda kita?
Namun, perbedaan bukanlah sesuatu yang dapat menghentikan kita untuk terus belajar dan meraih mimpi. Justru dengan perbedaan itu, kita harus dapat terus menjalani hidup dan membuktikan bahwa perbedaan bukanlah segalanya. Sebagai remaja Indonesia, kita juga tidak boleh mudah menyerah dan mudah berputus asa. Kita harus selalu memiliki keberanian, ketangguhan, keteguhan, serta rasa bangga atas segala sesuatu yang kita miliki. Perbedaan warna kulit dan suku bukanlah halangan untuk membuat kita terus berprestasi. Sudah banyak anak-anak dari suku pedalaman yang berhasil sukses menjuarai berbagai olimpiade tingkat Nasional dan Internasional. Hal ini sudah cukup membuktikan, bahwa tidak hanya anak-anak perkotaan saja yang mampu untuk berprestasi, namun seluruh anak Indonesia pasti memiliki kesempatan dan mampu untuk bisa berprestasi, dan perbedaan bukanlah penghalang semua itu.
Artikel di atas disusun oleh : Wanodya Karahayon / IX-A (SMPN 1 Jakarta) dalam tugas menyusun teks tantangan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H