Mohon tunggu...
Tulus Ariyanto
Tulus Ariyanto Mohon Tunggu... Guru bahasa Indonesia -

Saya adalah lulusan pendidikan bahasa dan sastra Indonesia Universitas IndraPrasta PGRI tahun 2012. Saya menyukai dunia pendidikan dan jurnalistik, hal ini membuat saya mengikuti program SM-3T dan ditempatkan di Kab. Kepl. Talaud, Sulawesi Utara tahun 2013-2014. Saat ini saya mengikuti PPG di UNJ mulai maret 2015 hingga februari 2016. Saya juga pernah menjadi penyiar di radio online www.djwirya.com Dan berikut ini blog milik saya tulusariyanto.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Rasisme Dikalangan Pelajar

17 November 2015   13:34 Diperbarui: 17 November 2015   14:21 4105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Rasis adalah sesuatu hal yang membeda-bedakan antar sesama makhluk hidup, misalnya membedakan antar suku, kebudayaan, agama atau kepercayaan, warna kulit, dan sebagainya. Rasisme juga dapat dikatakan jika segolongan ras tertentu menganggap bahwa rasnya lah yang paling unggul dibandingkan ras lainnya. Hal ini terjadi karena manusia kurang sadar antar sesama manusia atau kurangnya rasa kasih sayang antar sesama. Di Indonesia, kasus rasisme ini sudah banyak sekali terjadi, kasus ini menimbulkan banyak sekali dampak negatif antar sesama manusia. Tak hanya pada daerah atau suku, rasisme juga terjadi dikalangan remaja Indonesia. Khususnya remaja usia 14-16 tahun.

Salah satu penyabab timbulnya rasisme dalam remaja adalah adanya anggapan bahwa seseorang atau suatu kelompok merasa lebih baik dibandingkan yang lain, baik itu dari segi biologis, keturunan, suku maupun hal lainnya. Biasanya, para remaja menyebutnya dengan istilah Gapping atau Ngegeng . Sebagai contoh, banyak sekali remaja yang memanggil nama temannya dengan sebutan-sebutan khusus. Seperti Si Hitam, Si Putih, Cina, Ambon, dan masih banyak lagi. Sebagian besar remaja mengaku bahwa mereka melakukan hal ini hanya untuk memenuhi kesenangan sendiri, atau supaya mereka tidak dianggap aneh dibanding yang lain.

Mungkin, rasis di kalangan para remaja seakan-akan masih dianggap kecil. Namun sebenarnya, tanpa disadari, perilaku rasis semacam itu bisa berdampak buruk bagi kondisi psikologis teman-teman yang menjadi “korban”. Meskipun hanya candaan, hal ini dapat membuat individu yang bersangkutan menjadi lebih sensitif. Ia bisa merasa dirinya didiskriminasi, tertekan, dan yang lebih parah lagi dapat menimbulkan hilangnya harga diri sehingga merasa tidak dihargai lagi.

Rasisme tidak juga selalu berasal dari lingkungan sekitar kita. Saat ini, banyak sekali media Indonesia seperti televisi yang menayangkan atau mempertunjukkan sinetron yang memiliki unsur rasisme. Sebagai contoh nyata, kata “kampungan”. Jika kita perhatikan, dalam sinetron kata “kampungan” berarti penghinaan terhadap orang kampung yang dilakukan oleh orang kota. Sebagai orang kampung, tentu hatinya akan merasa tersakiti. Walaupun hanya sinetron, tetapi hal ini tidak baik untuk diperlihatkan kepada anak-anak atau remaja seusia kita, karena dapat berpengaruh terhadap diri mereka, khususnya anak-anak pedesaan. Mereka akan merasa minder dan tidak memiliki kepercayaan diri. Jika sudah begitu, maka ingin jadi seperti apa generasi muda kita?

Namun, perbedaan bukanlah sesuatu yang dapat menghentikan kita untuk terus belajar dan meraih mimpi. Justru dengan perbedaan itu, kita harus dapat terus menjalani hidup dan membuktikan bahwa perbedaan bukanlah segalanya. Sebagai remaja Indonesia, kita juga tidak boleh mudah menyerah dan mudah berputus asa. Kita harus selalu memiliki keberanian, ketangguhan, keteguhan, serta rasa bangga atas segala sesuatu yang kita miliki. Perbedaan warna kulit dan suku bukanlah halangan untuk membuat kita terus berprestasi. Sudah banyak anak-anak dari suku pedalaman yang berhasil sukses menjuarai berbagai olimpiade tingkat Nasional dan Internasional. Hal ini sudah cukup membuktikan, bahwa tidak hanya anak-anak perkotaan saja yang mampu untuk berprestasi, namun seluruh anak Indonesia pasti memiliki kesempatan dan mampu untuk bisa berprestasi, dan perbedaan bukanlah penghalang semua itu.

 

Artikel di atas disusun oleh : Wanodya Karahayon / IX-A (SMPN 1 Jakarta) dalam tugas menyusun teks tantangan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun