Mohon tunggu...
Kiki Winarto
Kiki Winarto Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Sarjana Ilmu Politik Universitas Riau

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kampanye Negara-Negara S5 Agar Negara-negara P5 Tidak Menggunakan Hak Vetonya Sembarangan (Dianalisis dengan Menggunakan Teori Kritik)

14 Agustus 2012   14:22 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:47 274
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Topik ini dapat ditinjau melalui teori kritik (critical theory) melihat bahwa adanya kekuatan baru yaitu the small five (S5) yang mengkritik kekuasaan negara-negara super power dalam PBB. Munculnya kritikan dari negara-negara S5 (Kostarika, Singapura, Yordania, Liechtenstein, dan swiss) ini disebabkan oleh the big five “Big Powers” (P5) yang merupakan Dewan Kemamanan (DK) PBB (Amerika Serikat, China, Inggris, Prancis, dan Rusia), yang memiliki hak veto yang dinilai semena-mena dalam menggunakan hak vetonya dan denganhak veto tersebut negara-negara P5 cenderung dapat memaksakan kehendak.

Dalam perjalanannya, dapat di lihat bahwa negara-negara P5 memang seperti penentu dalam pergerakan PBB. Negara-negara tersebut dengan hak vetonya dapat membuat maupun membatalkan suatu keputusan atau sebuah kebijakan yang telah di tetapkan, maupun undang-undang. Dengan hak veto, maka negara P5 dapat setiap saat mempengaruhi terjadinya perubahan substansi secara besar-besaran dari suatu resolusi. Bahkan, hak veto mampu mengancam terbitnya resolusi yang dianggap tidak menguntungkan negara maupun sekutunya. Dengan hak semacam itu tentu saja sangat menguntungkan bagi negara P5 dimana hak veto tersebut dapat digunakan sesuai dengan kepentingan mereka masing-masing.

Pada dasarnya, tujuan utama PBB adalah untuk menjaga serta mencegah akan terjadinya Perang Dunia, juga untuk dapat meningkatkan keamanan Internasional. Tetapi pada kenyataannya, dikarenakan kedudukan yang begitu tinggi yang dimiliki oleh Anggota Tetap DK PBB dengan hak Vetonya, sering kali cenderung bertolak belakang dengan apa sebenarnya menjadi tujuan utama PBB tersebut.

Seperti misalnya Amerika Serikat yang sampai saat ini telah menggunakan hak vetonya lebih dari anggota tetap lainnya sejak tahun 1972, khususnya terhadap resolusi yang diperuntukkan kepada Israel. Sejak 26 Juli 2002, Amerika mengatakan bahwa Amerika Serikat akan selalu siap menentang setiap resolusi Dewan Kemanan yang berusaha untuk menghukum Israel (doktrin Negroponte).[1] Tentu saja hal ini sangat tidak dapat dibenarkan mengingat telah terjadi pelanggaran yang sangat besar yang telah ditimbulkan oleh Israel atas serangan yang dilakukannya terhadap Palestina.

Hal-hal semacam itulah yang dikritik oleh negara-negara S5. Sebagaimana yang dikatakan oleh Stephen Zunes, seorang profesor politik dan studi internasional dari Universitas San Francisco, “Negara-negara kecil (S5) yang mendorong resolusi ini mengakui bahwa pelanggaran hukum kemanusiaan internasional tidak bisa dibenarkan meski ada hubungan P5 dengan pemerintah yang bersalah.”[2]

Tidak hanya itu, Amerika Serikat bahkan menghalangi Palestina yang ingin bergabung dalam keanggotaan PBB. Sebagaimana yang dikatakan oleh Presiden Barack Obama melalui Dewan Keamanan Gedung Putih, Ben Rhodes, "Kami akan menentang semua langkah Palestina di PBB dan Dewan Keamanan, termasuk jika diperlukan, veto".[3]

Dalam kampanyenya, negara-negara S5 mengklaim bahwa mereka telah mendapatkan dukungan lebih dari 100 negara anggota di Majelis Umum. Namun kampanye tersebut terhalang oleh alasan procedural sehingga pada akhirnya mereka dipaksa untuk menarik resolusi.[4]

[1] Pan Mohammad Faiz, 2006. Hak Veto, Mesin Perang Amerika Serikat. (diakses pada 7 Juni 2012)

[2] Farohul Mukhti, 2012. “Lima Besar” Gilas “Lima Kecil” Soal Veto. (diakses pada 07 Juni 2012)

[3] Denny Armandhanu, 22 September 2011. Pakai Hak Veto, AS Jegal Palestina di PBB. (diakses pada 07 Juni 2012)

[4] Barbara Platt, 19 Mei 2012. Small Countries Call for More Transparency at the United Nations. (diakses pada 07 Juni 2012)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun