Di tengah riuhnya ancaman virus corona di seluruh dunia, di Indonesia dan di kota saya, Jakarta, dua hari lalu saya mendapat undangan Panitia Bali Spirit Festival 2020. Â Undangan itu bak oase di padang gurun bagi saya, Â karena sejak ancaman virus corona Desember 2019 saya sedang kuliah S-2 di RRT, negara pertama yang diserbu virus corona.Â
Ancaman virus corona memang mengerikan, tetapi saya percaya, upaya optimum adalah menjaga imunitas tubuh kita dalam kondisi terbaik, prima. Terus terang saya lumayan serius menjaga kesehatan, rajin olahraga, doyan makan makan (ehm ehm) dan malah tidak pernah ke pasar tradisional selama tinggal di Beijing.
Ya, sejauh ini saya baik-baik saya. Sehari tiga sampai lima kali saya ukur suhu tubuh dengan termomete dan minum suplemen  yang memang sengaja saya bawa dari Indonesia. Suplemen buatan Amerika  sudah lima tahun ini dikonsumsi seluruh keluarga termasuk saya.  Jadi sekaligus menjawab pertanyaan banyak orang,  bahwa saya tidak mengkonsumsi obat kimia atau ramuan dari China.
Sempat Menolak diminta pulang ke Indonesia
Maka saat kota Wuhan, 1100 kilometer dari Beijing dinyatakan tertutup karena corona, saya di Beijing tenang-tenang saja.
Sementara orangtua saya di Jakarta dan Kementerian Kominfo, lembaga pemberi beasiswa saya untuk Master Universitas Tsinghua  meminta saya pulang. Sekitar 10 hari sejak Wuhan tertutup,  saya masih kekeuh bertahan di apartmen  nyaman di area Haidian, Beijing. Â
Bahkan saat itu, saya sempat diwawancara live oleh studio televisi berita Indonesia. Saat mbak Yohana Margaretha, presenter TV bertanya langsung, saya melaporkan kondisi saya di  Beijing baik-baik saja. Bahkan saya sempat membuat beberapa vlog di youtube untuk membuktikan ke semua teman, keluarga,  yang bertanya setiap hari kondisi saya di Beijing. Jadi terus terang, saat itu saya tidak ada rencana pulang, karena satu minggu ke depan sudah mulai perkuliahan.Â
Sebagai tambahan info,  puluhan teman kuliah dari Indonesia semua sudah pulang kampung sejak  Desember 2019.  Mereka pulang bukan karena virus corona, tetapi memang libur kuliah dan libur Tahun Baru Imlek Januari 2020. Rencananya Februari 2020, semua mahasiswa Tsinghua sudah siap siap kembali ke Beijing. Namun siapa yang menyangka justru itu persis pengumuman kota Wuhan RRT ditutup. Â
Saya sendiri akhirnya pulang, pada detik-detik terakhir Pemerintah Indonesia mengumumkan penutupan bandara dari semua pesawat RRC. Saya pulang karena lembaga pemberi beasiswa saya Kementerian Kominfo meminta saya pulang.  Universitas Tsinghua  fix menyatakan, semua perkuliahan dilaksanakan dengan online, jadi tidak ada kuliah offline, dan seluruh mahasiswa tidak perlu bertahan di Beijing.Â
Selama di Jakarta Wajib Lapor Dokter
Sesampai di rumah Jakarta, atas inisiatif sendiri, Â Mama langsung mengajak saya ke dokter dan laboratorium untuk periksa darah. Puji Tuhan saya sehat, walaupun dokternya langsung mencatat nomor handphone saya dan Mama. Â
Bu Dokter bolak balik menyatakan, bahwa Prosedur dari Kementerian Kesehatan,  setiap orang yang  baru pulang dari Beijing, wajib melapor kondisi tubuh selama 14 hari.  Maka jika suhu tubuh saya sampai 37 derajat Celcius dan terkena flu, maka wajib lapor. Â
Namun Puji Tuhan, saya sudah sebulan di Jakarta, kondisi tubuh saya sehat-sehat saja. Malah Mama bercanda menyatakan, saya tambah gemuk karena puas menikmati makanan enak khas Indonesia yang tidak bisa saya dapatkan di Beijing. Â Masakan Padang, Soto Betawi, Sate Padang, Bubur Ayam, Bakmi Ayam, Empek-empek dll, yang super duper saya rindukan, haha.Â