Cinta adalah motivasi terbesar bagi berbagai jenis perilaku berbudi terhadap sesama, termasuk di dalamnya memperhatikan orang lain dan toleran terhadap karakter orang lain. Cinta adalah konsep yang jauh lebih luas daripada sekadar seksualitas, cinta dapat menciptakan ikatan yang erat bagi keluarga, teman, dan pasangan. Cinta adalah kekuatan yang sangat berkuasa dalam sebuah hubungan intim, baik heteroseksual maupun homoseksual.
Cinta dipahami oleh sebagian orang sebagai pembenaran moral terhadap berbagai aktifitas seks, baik di dalam maupun di luar pernikahan. Dan ketika cinta dijadikan standar, dengan banyaknya individu menghakimi yang benar dan yang salah mengenai aktivitas seksual, maka hal ini kemudian membuat cinta menjadi bagian yang lebih penting bagi manusia.
Bagi kebanyakan orang, aktivitas seks tanpa cinta sangat tidak diinginkan. Making love lebih dari sekedar persamaan kata ‘hubungan seks’. Istilah ini menggambarkan perhatian terhadap fakta bahwa manusia mengekspresikan cintanya yang paling dalam secara seksual, dan bahwa seksualitas adalah manifestasi fisik dari cinta.
Cinta mengandung dimensi moral bagi relasi seksual dan, bagi kebanyakan orang, menjadi dasar untuk memilih ya atau tidak dalam urusan hubungan seks. Cinta adalah alasan terkuat mengapa seseorang menikah. Cinta juga dapat membuat hubungan seksual menjadi pengalaman yang lebih holistik yang mengarah pada penyatuan jiwa dan tubuh.
Bagi kebanyakan orang, baik remaja maupun dewasa, cinta secara erat terkait dengan seks, namun sepertinya belum ada ajaran mengenai cinta dalam program-program pendidikan seks.
Hal ini barangkali karena para pengajar mungkin merasa malu atau takut dikritik untuk berbicara pada murid-muridnya mengenai cinta, atau karena mereka merasa sulit berbuat adil terhadap topik yang mengandung banyak pandangan berbeda. Mereka mungkin merasa bahwa cinta adalah urusan pribadi atau terlalu misterius untuk dibuka dalam sebuah diskusi yang rasional.
Padahal, tujuan dari pendidikan seks adalah untuk menghasilkan manusia-manusia dewasa yang dapat menjalankan kehidupan yang bahagia agar dapat menyesuaikan diri dengan masyarakat dan lingkungannya serta bertanggung jawab terhadap diri sendiri dan orang lain.
Remaja yang terdidik secara seksual akan lebih mempunyai kualitas diri seperti sikap asertif yang tepat dalam menolak tekanan teman sebaya dengan mengatakan “tidak” terhadap perlakuan seks yang tak diinginkan.
Remaja yang terdidik secara seksual akan lebih punya wawasan; bagaimana mendapatkan kehamilan dan bagaimana mencegahnya, misalnya memprioritaskan pencegahan kehamilan lebih dulu dari pada persiapannya untuk kesenangan dan tanggungjawab menjadi orang tua. Ini tentu erat hubungannya dengan nilai sosio-ekonomi dan kesejahteraan pribadi.
Remaja yang terdidik secara seksual akan lebih memiliki sikap menghargai orang lain yang punya pandangan berbeda dengannya tentang isu kontroversial seperti; aborsi, kontrasepsi, seks sejenis dan perceraian. Sikap-sikap ini didasari oleh nilai-nilai liberal yang toleran, bebas, setara dan menghargai.
Pada umumnya,para remaja masih berusaha untuk memahami cinta dalam konteks hubungan antara dua orang dewasa, mereka meletakkan cinta pada aspek yang fundamental dalam pandangan hidupnya. Bahkan mereka sering mengambil pelajaran dari musik pop, tv, majalah, film-film, buku-buku, teman sebaya dan senda gurau.