Data publik yang dijual Bjorka sejatinya dapat diproses untuk mendesain mesin propaganda dalam kampanye Pemilu 2024 nanti, seperti apa yang dahulu pernah digunakan Cambridge Analytica guna memenangkan Donald Trump pada pemilu AS.
Pada 2018 lalu, kasus penyalahgunaan data pribadi terbesar di dunia, sempat mengguncang publik Amerika Serikat. Skandal itu melibatkan pembajakan 87 juta data-data pribadi milik pengguna Facebook secara ilegal oleh Cambridge Analytica (CA).
Korporasi konsultan politik asal Inggris ini ternyata telah mengumpulkan data pribadi pengguna Facebook sejak tahun 2014. Data itu kemudian diproses untuk memengaruhi orientasi politik pemilik hak pilih di AS, sesuai dengan keinginan bohir/politisi yang mengontrak jasanya.Â
Hasil rekayasa puluhan juta data pribadi ini lantas digunakan untuk mendukung kampanye pemilu Donald Trump tahun 2016 lalu. Walhasil, ia pun sukses keluar menjadi presiden AS yang ke-45. Konon, Trump harus menyetor mahar mencapai $6,2 juta guna memuluskan agendanya.
CA mengumpulkan data pengguna lewat kuis psikologis yang disebarkan di media sosial milik Mark Zuckerberg itu. Semua data yang sudah diperoleh akan diproses oleh tim dan teknisi mereka.
Menurut Christopher Wylie, ekspegawai CA yang menjadi whistleblower, seluruh data pengguna yang dikumpulkan akan digunakan untuk membangun program yang sangat brutal. Program itu bahkan dirancang untuk bisa memprediksi dan memengaruhi pandangan politik orang-orang yang ditargetkan.
Ia bahkan mendeskripsikan perusahaan konsultan asal Inggris itu sebagai mesin propaganda paling lengkap. Kebencian, menurut Wylie, adalah landasan utama mengapa perusahaan itu didirikan.
CA menyediakan hampir seluruh data mentah mengenai informasi demografi, kontak pribadi, hingga kecenderungan politik atau bagaimana para pemilih AS menyikapi berbagai macam persoalan yang berada di sekeliling mereka.
Sepele, bukan? Namun, bagi teknisi CA, data-data itu termasuk komoditas yang sangat berharga dan bernilai jual tinggi. Bermodal sejumlah data curian tersebut, mereka berhasil membangun program yang disebut "penargetan psikografis".