Aktivitas kampanye di kampus, dapat menjadi medium edukasi politik untuk mahasiswa. Di sisi lain, ide itu ternyata juga dapat mengakibatkan risiko negatif di lingkungan sivitas akademika.
Keterlibatan mahasiswa dalam aktivitas politik, amat krusial untuk menentukan arah sejarah bangsa. Pencetusan Tritura 1966Â yang diikuti berdirinya rezim Orde Baru dan Reformasi 1998 yang menandai kelahiran era demokrasi, menjadi bukti betapa vital peran mereka sebagai agen perubahan dan kontrol sosial.
Kampus bukan hanya sebagai ekosistem akademik yang mencerdaskan generasi penerus bangsa, melainkan juga menjadi laboratorium politik berbasis dialektika ilmiah. Lantas, bagaimana dengan kaum mahasiswa hari-hari ini?
Seiring perkembangan zaman, muncul kecendrungan kaum terpelajar menjadi apatis mengenai situasi politik di Tanah Air. Kelahiran era serbadigital membuat kepekaan sosial kaum mahasiswa justru makin terkikis. Mahasiswa terlalu asyik dengan dunianya masing-masing.
Dalam hal aktivitas politik, survei yang dilakukan pada 2020 lalu, menemukan bahwa mahasiswa di Indonesia, masih menjaga jarak terhadap aktivitas politik elektoral atau pemilu. Mereka terkesan amat antipati terhadap segala manuver perebutan kekuasaan yang ditunjukkan oleh para politisi dan partainya.
Dari 497 responden, jumlah mahasiswa yang mencoblos di TPS hanya mencapai 27%. Sedangkan 73% lainnya memilih golput. Angka itu identik dengan survei Lembaga Survei Indonesia (LSI)Â yang menemukan bahwa partisipasi pemilih berusia di bawah 21 tahun dalam ajang Pilkada 2020 hanya sebesar 39%.
Padahal, ceruk suara mahasiswa yang didominasi kaum Gen Z, dapat sangat menentukan hasil akhir Pemilu 2024 nanti. Merujuk survei Litbang Kompas, angka pemilih Gen Z (usia 17-23 tahun) pada pesta demokrasi 2024 mendatang diperkirakan mencapai 15,82% (30 juta lebih) dari total DPT nasional.
Dari sana lah gagasan untuk menggelar kampanye politik di lingkup universitas menemukan urgensinya. Selain sebagai media edukasi politik, ide kampanye di kampus juga bisa mendorong partisipasi aktif mahasiswa pada Pemilu 2024 nanti. Upaya itu sekaligus untuk memfasilitasi hak politik segenap sivitas akademika.
Mahasiswa acapkali merupakan pemilih pemula. Mereka juga dapat memberikan wawasan berharga tentang masalah apa saja yang paling penting dan relevan di kalangan anak muda. Mahasiswa harus diberikan ruang seluas-luasnya untuk menyuarakan pendapatnya.
Bisa jadi alasan itulah yang mendasari Ketua KPU RI, Hasyim Asy'ari, dalam membuka koridor kampanye politik di lingkungan perguruan tinggi.