Sesak, gerah, macet, banjir, serta polusi menjadi atribut yang menempel erat-erat pada ibu kota Negara Kesatuan Republik Indonesia, Jakarta. Hiruk pikuk aktivitas manusia penghuni ibu kota bahkan sudah mulai terdengar sebelum matahari mulai manampakkan seringainya di ufuk timur.
Dipenuhi oleh sekitar sepuluh juta populasi, belum termasuk kaum pekerja rantau dari seluruh pejuru Nusantara, tak terlalu mengherankan jika Jakarta diliputi atmosfer kegelisahan yang membabi-buta.
Atas dasar itu lah pemerintah kemudian mewacanakan megaproyek prestisius untuk memindahkan ibu kota ke lokasi yang lebih representatif, yang akhirnya ditetapkan di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur (Kaltim).
Bahkan, Peraturan Presiden Nomor 85 Tahun 2021 tentang Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2022 menyebut bahwa IKN telah masuk dalam program prioritas dalam periode 2022.
Dalam kondisi normal, mungkin kebijakan itu merupakan hal wajar sepanjang dana negara mencukupi dan kepentingan masyarakat luas yang jauh lebih krusial juga telah terpenuhi.
Ironisnya, kala pandemi masih melanda, misi pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) yang akan menyita anggaran senilai Rp466 trilun itu terus berlanjut. Padahal, kondisi keuangan negara saar ini sedang berdarah-darah. Utang makin bertambah.
Kabarnya, sebanyak 19 persen atau Rp80 triliun pendanaan berasal dari APBN. Adapun sisanya berasal dari berbagai varian kerja sama dengan pihak swasta dan BUMN.
Agar program-program prioritas seperti penanganan pandemi  Covid-19 dan pemulihan ekonomi tidak sampai dikorbankan, idealnya pemerintah perlu meningkatkan peran swasta dan BUMN dalam pembangunannya. Jangan sampai ada hak-hak masyarakat yang dijadikan "tumbal" proyek.
Pengesahan Kilat RUU IKN
Sekali layar terkembang, pantang surut ke belakang. Guna mendukung ambisi pemerintah, DPR langsung tancap gas dalam mengesahkan RUU IKN menjadi undang-undang (UU) pada sidang paripurna, Selasa (18/1/22).Â
Bayangkan, UU IKN yang bakal menjadi landasan hukum utama megaproyek pembangunan episentrum pemerintahan negara bisa rampung hanya dalam kurun 43 hari. Itu pun waktu efektifnya hanya dua pekan. Payung hukum proyek yang akan menyita dana triliunan dengan durasi pembangunan tiga-empat kali masa kepresidenan bisa selesai hanya dalam dua pekan saja!