Kendati bukanlah siapa-siapa, sosok bernama "oknum" kerap dijadikan kambing hitam atas segala perkara yang dilakukan oleh anggota instansi tertentu.
Brigadir NP, "oknum" polisi yang telah membanting mahasiswa berinisial MFA ditahan di ruangan khusus Bid Propam Polda Banten. Begitu rangkuman berita yang ditulis oleh laman media Kompas.
Kata oknum sengaja saya berikan tanda petik karena istilah itu lah yang hendak saya bahas panjang lebar dalam artikel. Meski terkesan sepele, ada nilai sejarah dan tujuan spesifik di balik penggunaan terminologi tersebut oleh pihak-pihak yang berkepentingan.
Sudah amat banyak produk media yang memakai istilah serupa sebagai sebuah kata ganti individu-individu yang telah terbukti terjarat dalam perkara hukum. Guna membuktikannya, lewat bantuan Google, Anda bisa menemukan ratusan ribu situs web yang menggunakan kata "oknum" dalam materi kontennya.
Hasil pencarian peramban menggiring saya untuk membaca kasus yang baru-baru ini sedang ramai diperbincangkan oleh warganet +62. Beberapa berkaitan dengan institusi yang selama ini sering kali mempersenjatai para personelnya dengan istilah "oknum" ketika terlibat dalam berbagai permasalahan.
Sebut saja, "oknum" polisi yang terbukti membanting seorang mahasiswa hingga mengalami kejang-kejang dalam sebuah aksi di Tangerang. Lantas, ada pula kabar mengenai "oknum" TNI yang membantu Rachel Vennya untuk kabur dari ruangan karantina Wisma Atlet. Tentu kita sudah tidak heran lagi ketika menjumpai berita yang menyeret "oknum" pejabat/politisi dalam berbagai kasus korupsi.
Untuk setiap 'dosa' yang enggan diakui, bahasa Indonesia menawarkan sebuah solusi yang amat menyebalkan: oknum.
Supaya bisa memahaminya secara utuh, mari sejenak mengintip pengertian kata "oknum" menurut KBBI. Ada tiga makna kata oknum yang mana dua di antaranya berhubungan dengan konteks yang akan saya paparkan. Oknum bisa berarti orang seorang; perseorangan. Bisa juga berarti orang atau anasir (konotasi negatif).
Sesuai pengertiannya, penggunaan kata oknum yang dipakai dalam berita di atas memang sudah tepat. Label itu merujuk pada individu yang terjerat dalam suatu perkara hukum. Ada stigma negatif bagi para penyandangnya.
Meski demikian, penyematan "oknum" seolah-olah menegaskan jika individu yang dituju berdiri sendiri, tidak terkait dengan instansi yang menaunginya.