Pada suatu masa yang aneh, sebuah badan legislatif kanak-kanak tengah menggelar pesta paripurna. Dengan agenda pembahasan bancakan dana bangsal darurat khusus pejabat, demi kemaslahatan seluruh masyarakat.
Meski hanya dihadiri segelintir wakil nalar, agenda berjalan ricuh. Mereka tampak berebut ayunan. Celoteh dan rengekan bersahutan. Silih berganti menghiasi sudut-sudut kebohongan.
Sang pimpinan pesta pun menyerah, angkat tangan. Ia hanya bisa pasrah, terduduk abai di kursinya yang amat empuk, sembari terkantuk-kantuk.
Dalam lelap, ia melihat bayangan dari rakyatnya yang berlumurkan nestapa. Ribuan tercekik tabung oksigen, juga tersedak Remdesivir. Jutaan seketika tunakarya. Ratusan ribu jiwa tercabut dari raga tuannya. Sia-sia.
Dalam sadar, hatinya terketuk, jiwanya meronta-ronta. Nuraninya bergejolak. Jeritan-jeritan kesengsaraan terdengar begitu nyata di sekeliling gedung, yang berpagar tinggi menantang langit.
"Aku harus melakukan sesuatu untuk mereka semua," ucapnya dalam hati. Ia pun memutuskan, inilah momen yang tepat untuk hadir di tengah rakyat.
"Buatkan aku baliho!" titahnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H