Kita semua paham batul bahwa kampus mengajarkan mahasiswanya agar selalu bersikap kritis dalam menjawab seluruh soal ujian serta menyikapi persoalan.
Sehingga, ketika mahasiswa mengkritisi sikap dan ucapan pemimpin negara yang dianggap kontra-produktif, mereka tidak seharusnya dibungkam oleh pihak yang telah mengajarkan metode berpikir kritis itu sendiri.
Kritik terhadap pemimpin negara dengan segala kebijakannya, adalah bentuk nyata pengabdian mahasiswa pada masyarakat. Aksi tersebut merupakan bagian dari Tri Dharma Perguruan Tinggi, yang menjadi nafas setiap kampus di antero negeri.
Artinya, aksi mereka dalam mengkritisi sikap presiden juga mewakili keresahan masyarakat. Kalau memang sikap kritis terlarang diterapkan di lapangan, maka sistem pendidikan Indonesia telah gagal dalam fungsinya mencerdaskan bangsa.
Lantas, untuk apa kita kuliah jika pihak kampus meminta mahasiswanya untuk bersikap apriori terhadap kondisi yang terjadi di sekitar mereka?
Jokowi kerap kali mengobral janji manisnya, tetapi realitanya sering kali juga tak selaras. Katanya begini, faktanya begitu. Mulai dari rindu didemo, revisi UU ITE, penguatan KPK, dan rentetan janji lainnya. pic.twitter.com/WAgeXypxsB— BEM UI (@BEMUI_Official) June 26, 2021
Pihak rektorat universitas justru patut mempertanyakan nalar mahasiswanya jika mereka tak mampu bersikap kritis terhadap sikap serta kebijakan pejabat negara. Bukan malah anti pati terhadap kritik yang mereka suarakan.
Kecuali, kampus memang telah benar-benar menjadi representasi babu istana. Semoga saja anggapan itu tidak benar.
Para pimpinan universitas seharusnya bangga dan mendukung penuh gerakan kritis mahasiswa. Aksi itu adalah bukti bahwa nalar mahasiswa memang masih waras, tidak seperti pejabat negara kita.
Seluruh data yang mereka ungkapkan juga menjadi parameter bahwa Negeri +62 tidak sedang baik-baik saja. Mereka mengangkat isu-isu yang jika dibiarkan akan tenggelam dengan sendirinya tanpa adanya solusi yang memihak rakyat.
Idealisme dan nyali mereka pun sangat layak diacungi dua jempol. Saat negara sedang gencar-gencarnya melakukan pembungkaman dan represi, mereka dengan amat lantang dan gagah berani menyuarakan keresahan masyarakat.