Tatkala UU ITE serta Polisi Virtual masih menjadi polemik, terbitlah Badge Awards kemudian. Apakah mereka hendak mengadu rakyat?
Usai resmi diberlakukan, seorang warga asal Slawi, Tegal, menjadi 'ikan' perdana yang berhasil dijaring oleh Polisi Virtual, yang lebih mirip pukat harimau itu.
Dia diamankan oleh Tim Polisi Virtual Polresta Surakarta sebab telah menulis komentar yang dinilai menistakan Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming Raka.
Uniknya, meski terdaftar sebagai warga Tegal, dia justru disanksi oleh Polresta Surakarta, yang 'kebetulan' merupakan domisili serta wilayah kepemerintahan Mas Wali Kota bersangkutan.
Dalam kolom komentar, pria berinisial AM itu menulis: "Tau apa dia tentang sepak bola, taunya dikasih jabatan saja," yang dinilai mengandung unsur hoaks.
Kata "dikasih jabatan" itulah yang lantas menyeret sang warganet ke dalam jaring pukat harimau polisi. Dari kasus itu kita bisa memetik pelajaran, begitu lebarnya bias sebuah kata yang mampu mengirim seseorang ke dalam jeruji pesakitan.
Fakta yang tepat, menurut polisi, Gibran menjadi Wali Kota oleh karena menang Pemilu, bukan lantaran hasil pemberian dari bapaknya yang seorang presiden.Â
Padahal, frasa dikasih jabatan juga bisa berarti jabatan itu ialah pemberian dari Tuhan. Namun, nahasnya, mereka lebih berhasrat memberikan "shock therapy" daripada edukasi yang sesungguhnya.
Polisi mengklaim bahwa keputusan itu didasarkan pada ilmu pengetahuan nan empiris. Mereka juga mengklaim sudah konsultasi dengan ahli bahasa, pidana, serta ahli ITE sebelum memanggil AM.
Namun, sayangnya, kita tidak tahu ahli siapa saja yang dilibatkan pada kasus itu mengingat tidak ada transparansi yang ditunjukkan di ruang publik.