Hal yang berat dari LDR itu bukan hanya rindu, tapi juga ongkos dan kesiapan mental. Bagi kamu yang merasa mampu, hajar saja, Gaes!
Sebelum era internet, mungkin terkesan absurd kalau mengetahui seseorang bisa jatuh cinta dengan sosok tak kasat mata. Maksudnya, jatuh hati sama orang yang belum pernah bertemu secara langsung.
Zaman dulu, agaknya akan sangat sulit menjalin hubungan jarak jauh lantaran minimnya media komunikasi. Bisa jadi ayah serta ibu kamu pernah mengalami betapa ribetnya ketika harus wara-wiri ke kantor pos untuk mengirim surat.Â
Kini, "long distance relationship"Â (LDR) menjadi hubungan yang biasa, apalagi sejak kelahiran bermacam media sosial. Bahkan, tidak jarang juga mereka yang bertemu melalui media daring sebelum kemudian menjalin relasi secara luring.
Banyak orang yang bilang jika LDR itu sulit. Faktanya memang demikian. Aku sendiri pernah menjalaninya. Tiga kali malah. Dan, ketiganya dalam kategori jarak yang berbeda-beda, yakni antar-kota, antar-provinsi, dan antar-pulau.
Bang, itu pacaran apa armada bus AKAP, sih? Ya, memang mirip layanan bus, aku keneknya. Ketiganya aku jalani dengan tanpa beban berarti meski berbeda kota, provinsi, dan pulau. Korban bucin!
Biar semakin komplit, mungkin ke depan bisa ditambahkan telur dipertimbangkan untuk menjalani hubungan antar-benua, antar-planet, atau antar-dimensi. Siapa tahu menjalani hubungan sama lelembut atau alien bisa lebih greget.
Yang menjadi hambatan terbesar untuk pelaku LDR, apa lagi jika bukan jarak. Si dia tidak bisa ditemui kapan saja kamu ingin. Kamu juga harus pandai-pandai menahan rindu karena pujaan hati yang jauh di sana cuman bisa dikagumi lewat layar smartphone sambil nyesek.
Ada yang bilang kalau LDR itu singkatan dari "lelah disiksa rindu". Ada juga yang menilai kalau LDR itu semacam pacaran sama hantu. Ada suaranya, tapi tidak ada wujudnya. Horor amat. Betul juga, sih.
Komunikasi lewat gawai akan menyerap porsi yang jauh lebih besar dalam relasi jarak jauh daripada relasi normal karena memang kesempatan buat bertemu jauh lebih sedikit. Kalau bertemu pun singkat.
Misalkan kamu memaksa untuk sering-sering bertemu, bisa-bisa kamu cuman makan nasi cocol kecap manis tiap hari sampai akhir bulan. Bisa juga ditambah krupuk jika beruntung. Miris banget, ya.
Untuk kawula muda yang ingin menjalin LDR, kamu harus pastikan lebih dulu jika hubungan itu benar-benar dimaksudkan untuk menuju jenjang pernikahan, bukan cinta kaleng-kaleng atau sejenisnya.
Meski banyak yang sukses menjalin LDR dan dapat berlanjut ke jenjang yang lebih tinggi, menjalani hubungan jarak jauh itu berat. Aku serius, benar-benar berat. Ada lah kira-kira satu ton, bahkan lebih.
Selain harus bisa menahan rindu, akan timbul dampak psikologis yang serius serta ongkos yang tidak murah sebagai konsekuensinya. Terpisah jarak itu sulit.
Akan cukup disayangkan andaikan kamu harus menjalin hubungan jarak jauh, tapi hanya sebatas dimaksudkan untuk main-main saja. Jika kamu menginginkan cinta monyet atau cinta satu malam, mending cari pacar di dekat rumah atau boleh juga kamu berburu pasangan di Tinder, yang cuman beberapa kali swipe bisa langsung bungkus. Nggak pakai ribet!
Tapi, jika kamu memang memaksa ingin menjalin LDR, tidak masalah. Lanjutkan saja, Gaes. Meski begitu, sebelum kamu memutuskan untuk menjalin hubungan tersebut, siapkan beberapa hal berikut.
#1 Biaya
Dalam menjalin hubungan jarak jauh, kamu harus belajar berhitung. Berapa jarak kamu dengan si dia serta berapa biaya yang dibutuhkan saat bertemu.
Makin jauh jarak, semakin mahal pula ongkosnya. Agaknya itu yang menjadi satu-satunya kepastian dalam relasi jarak jauh. Tidak mungkin juga kalau kamu tidak ada keinginan bertemu.
Dengan menjalin LDR itu artinya kamu harus bersiap menyisihkan uang untuk digunakan dalam banyak hal, misalnya kuota, lalu transportasi, konsumsi, dan akomodasi ketika kamu bertemu si dia.
Sebagai contoh, buat bertemu dengan si dia yang berbeda kota saja, butuh uang di kisaran ratusan ribu. Untuk yang berbeda provinsi, dapat mencapai sejuta. Adapun yang berbeda pulau, sudah bisa ditebak, jutaan rupiah mengucur deras. Jadi, apa kamu sanggup?
Saat kamu berada di kota pasanganmu, pisahkan antara uang saku serta uang perjalanan. Jangan sampai kamu jatuh miskin di kota orang, lantas terpaksa harus menjual ginjal agar bisa pulang.
#2 Mental
Jangan pernah berharap kisah cintamu akan selalu mendayu-dayu bak drama Korea, terlebih dalam LDR. Prosentase kegagalan cinta dalam relasi jarak jauh akan lebih besar daripada relasi normal.
Kamu harus memiliki mental yang kuat, tentu saja dalam menahan rindu. Selain itu, kamu juga harus tahan banting sebab LDR bisa memicu lebih banyak masalah.
Modal kesabaran juga sama pentingnya agar hubungan tetap bertahan saat kamu mulai lelah dan jenuh. Sulitnya mencari momen untuk bertemu hingga perbedaan waktu, membuat hubungan cenderung rentan konflik. Keterbatasan komunikasi semakin menambah rumit jalinan LDR.
Kamu juga perlu menyiapkan mental jika sewaktu-waktu hubungan kalian kandas di tengah jalan. Ya, LDR memang penuh tantangan dan tidak pernah mudah.
Mungkin saja kekasih hatimu tiba-tiba hilang bak ditelan Bumi. Bisa jadi karena bosan atau justru selingkuh. Ketika tidak bisa bertemu sama kamu, akhirnya si dia mencari pelampiasan pada hati yang lain.
Semua perjuangan, ongkos, dan waktu yang telah kamu curahkan cuman akan menjadi kenangan belaka. Kalau kamu tak memiliki kesiapan mental, dampak kegagalan itu akan sangat menyakitkan. Gimana, apa mental kamu sudah siap?
#3 Komunikasi
Meski jarang bertemu, LDR masih akan menyita energi. Pada hubungan normal, energi kamu akan terpusat saat bertemu kekasih hati. Kalau LDR, energimu akan terfokus pada komunikasi.
Terlepas LDR atau bukan, komunikasi tetap saja penting. Hanya saja, dalam hubungan jarak jauh, faktor komunikasi memainkan peranan yang lebih krusial daripada hubungan jarak dekat. Apa lagi kalau bukan gawai yang menjadi senjata utama kamu saat menjalin komunikasi.
Komunikasi yang baik mampu mengusir rasa kesepian, yang mana bisa menjadi celah untuk salah satu pihak untuk tidak setia atau dengan istilah lain, selingkuh.
Jika terjadi konflik atau masalah serius, hindari untuk membahasnya lewat pesan karena memberikan banyak ruang bagi lahirnya kesalahpahaman. Berbicaralah langsung melalui telepon atau video call. Pesan teks tidak memiliki intonasi serta ekspresi sehingga mampu menimbulkan miskonsepsi dalam hubungan.
Tanpa komunikasi yang baik, LDR akan terasa hambar. Yang tertinggal cuman statusnya saja. Kalau memang tidak bisa berkomunikasi secara intensif, minimal saling bertukar kabar agar tidak memicu kecurigaan di antara kalian.
Dalam berkomunikasi pun perlu strategi khusus. Ada tipe orang yang tidak pernah merasa bosan meskipun terus-menerus saling berkirim pesan atau telponan.
Ada pula orang yang mudah bosan sebab intensitas komunikasi yang terlalu tinggi. Jika kamu tipe yang mudah bosan, lebih baik kamu batasi komunikasi agar relasi tidak terlalu cepat basi.
Kalau kamu menganggap semua poin itu tidak terlalu berat untuk dipenuhi, hajar saja. Siapa tahu jodoh. Cinta kan memang harus diperjuangkan. Bukan begitu?
Ketika menjalani LDR kamu akan mulai terbiasa hidup mandiri. Kamu memiliki banyak waktu untuk mengembangkan diri dalam mempersiapkan masa depan.
Pasangan yang menjalani hubungan LDR biasanya cukup optimistis bahwa mereka akan sampai pada fase yang lebih serius. Hal itu lantaran mereka merasa mampu melewati rintangan yang datang selama mereka menjalani hubungan jarak jauh.
Sejatinya yang berat itu bukanlah rindu, tetapi perasaan tidak dirindukan. Meski sulit bertemu, setidaknya para pejuang LDR bisa saling merindu daripada harus jomlo seumur hidup. Canda, Jomlo!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H