Mohon tunggu...
David Abdullah
David Abdullah Mohon Tunggu... Lainnya - —

Best in Opinion Kompasiana Awards 2021 | Kata, data, fakta

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Inferiority Complex, Kala Pribumi Merasa Inferior di Hadapan Warga Negara Asing

19 Januari 2021   16:11 Diperbarui: 22 Januari 2021   01:31 2120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Para kompeni tengah menggoda wanita pribumi yang sedang mencuci di sungai pada tahun 1940. | Brilio.net

Walau sudah 75 tahun merdeka, masih ada "goresan luka" yang belum sembuh benar dalam diri warga +62, yaitu mental inferior.

Baru saja lima bulan yang lalu Indonesia merayakan status kemerdekaannya yang ke-75. Dengan kata lain, tujuh puluh lima tahun sudah negeri ini menghirup udara kebebasan dari cekikan bangsa kolonial. 

Tiga setengah abad bukanlah masa yang singkat. Selama itu pula bangsa Belanda menjajah negeri kita dengan mengeruk habis-habisan kekayaan alam Nusantara melalui penindasan dan perbudakan.

Masyarakat lokal dipaksa menjadi jongos melalui sistem kerja paksa. Kakek-nenek kita berdarah-darah untuk memuaskan hasrat serakah kaum penjajah. Hak-hak dasar mereka dicerabut sampai ke akar-akarnya. Mereka hidup di titik terendah.

Mereka berhasil menancapkan standar kebenaran tunggal guna menjustifikasi penjajahan. Mereka juga melenyapkan primordialisme dan nilai budaya lokal. Kakek-nenek kita dipandang tak lebih dari manusia terbelakang–yang pantas lenyap oleh mekanisme seleksi alam.

Para kompeni tengah menggoda wanita pribumi yang sedang mencuci di sungai pada tahun 1940. | Brilio.net
Para kompeni tengah menggoda wanita pribumi yang sedang mencuci di sungai pada tahun 1940. | Brilio.net
Meski secara fisik kita telah terbebas dari karangkeng kolonialisme, bukan berarti penindasan benar-benar hengkang dari Tanah Air. Pasalnya, yang berbeda hanya kemasan penjajahannya saja, sementara subtansinya masih tetap sama.

Jika dulu penjajahan dilakukan dengan penaklukan serta perampasan sumber daya alam, di era modern kolonialisme berevolusi menjadi penjajahan secara sosial-budaya, ekonomi, dan ideologi yang lebih bersifat tidak kasat mata.

Globalisasi, misalnya, tak hanya dinilai sebagai agenda yang bermaksud untuk menciptakan ketergantungan ekonomi kepada Barat, tetapi juga sebagai celah infiltrasi budaya asing terhadap kultur Timur, khususnya Indonesia.

Secara fisik mungkin kita sudah sangat layak untuk merebut status "merdeka" meski secara pemikiran belum seirama. Masa-masa kelam era penjajahan telah menggoreskan "luka" yang diwariskan kepada generasi penerus bangsa yang belum benar-benar sembuh hingga kini.

Diakui atau tidak, bangsa kolonial amat lihai dalam membangun diskursus yang stigmatik dan ideologis sehingga bangsa koloni mereka secara tidak sadar justru menempatkan posisinya yang tertindas secara taken for granted (legowo).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun