Film itu bercerita mengenai bagaimana sebuah entitas teknologi mengeksploitasi pengguna untuk mengeruk keuntungan. Akan tetapi, sebelum itu, mereka akan terlebih dahulu membuat kita kecanduan, lantas menguasai data pribadi kita. Dan, selama ini mereka sudah melakukannya dengan baik. Kita telah menjadi pecandu.
Dengan jumlah pengguna aktif sekitar 2 miliar di seluruh dunia, tidak berlebihan kiranya jika menyebut WhatsApp sebagai raksasa media sosial, khususnya pesan instan. Angka itu jauh melebihi rivalnya.
Disadari atau tidak, aplikasi buatan Jan Koum itu sudah menancapkan kukunya terlalu dalam di kehidupan kita sehari-hari. Bahkan, sebelum kita membuka mata di pagi hari, jari kita akan secara otomatis menekan aplikasi hijau itu.
Senada dengan Harris, seorang software programmer asal AS, Justin Rosenstein, mengatakan, "Ada banyak layanan di internet yang kita anggap gratis. Namun, itu tidak gratis. Semua itu dibayar oleh pengiklan. Kenapa pengiklan bersedia membayar? Karena mereka membayar untuk menampilkan iklan kepada kita."
Bila kita menggunakan produk gratisan, aplikasi apapun itu, secara otomatis kita telah menukar data privasi kita sebagai "biaya berlangganan" kepada korporasi teknologi tersebut. Apapun aplikasinya.
Sampai di sini idealnya kita sudah dapat menerka. Oleh karena tidak adanya iklan dalam WhatsApp, maka harus ada pihak (pengiklan) yang membayar layanan kita dengan data-data pribadi kita sebagai "alat tukar" utama. Masihkah gratis?
Pada era digital, data adalah harta karun yang sangat berharga. Oleh perusahaan berbasis internet, data digunakan seolah "mata uang" yang dipertukarkan melalui berbagai jenis produk sekaligus menjadi "bahan bakar" big data, yang kemudian akan menjadi roda penggerak teknologi kecerdasan buatan (AI).
Dengan terhubungnya WhatsApp, maka akan tercipta sebuah ekosistem big data yang sangat besar. Seperti yang diketahui bersama, Facebook telah terlebih dahulu mengakuisisi Instagram pada 2012 lalu.
Sejenak kita bayangkan betapa masifnya ekosistem yang mampu mereka ciptakan jika Facebook, Instagram, dan WhatsApp dikombinasikan ke dalam satu sistem.