Omong-omong, kamu sudah tahu makna OTW, kan? Apa jangan-jangan salah satu dari kalian ada yang belum tahu artinya OTW? Aduh, mama sayange!
OTW merupakan abreviasi dari "oke turu wae". Berarti temanku tadi yang bilang OTW nggak salah dong? Bisa jadi yang dia maksud pengin tidur-tiduran dulu. Kalau sudah bosan rebahan, baru deh berangkat meski teman-temannya sudah jamuran.
Kelahiran OTW menjadi legitimasi bahwa budaya ngaret adalah sah-sah saja untuk dipraktikkan. Kultur seperti itu menjadi preseden buruk untuk generasi penerus rumah makan Padang bangsa.
Segala hal yang membuat mereka telat seakan bisa terbayar lunas lewat alasan OTW. Entah itu karena mereka bangun kesiangan, lagi malas gerak, masih mau rebahan, atau enggan berangkat.
Di Indonesia, sebelum kelahiran OTW, budaya ngaret sudah berlangsung cukup lama, setidaknya sejak 1980-an. Hal itu dipicu oleh timbulnya kemacetan akibat jumlah kendaraan yang tidak diimbangi dengan akses jalan yang memadahi.
Semakin lama kondisi kemacetan makin menggila hingga kerap dijadikan alasan oleh makhluk-makhluk yang terjangkit virus ngaret. Agaknya, alasan macet saat ini sudah tidak lagi relevan karena dapat dipecahkan dengan berangkat lebih awal. Apalagi, sudah banyak moda transportasi daring yang bisa dipilih agar tidak telat.
Tidak jarang yang mengakali kebiasaan ngaret masyarakat dengan memajukan jadwal acara setidaknya satu jam lebih awal dalam undangan. Apakah cara itu cukup efektif? Tentu tidak, pemirsa!
Alasan kemacetan yang awalnya dapat menjawab segala jenis keterlembatan, saat ini berangsur-angsur tergantikan oleh kehadiran mantra OTW.
Kebiasaan itu memang terkesan sepele, seirama dengan hurufnya yang sebatas terdiri dari tiga digit. Namun, imbasnya nggak bisa disepelekan begitu saja. Telah banyak dosa besar tercipta, yang diawali dengan mantra setan tersebut.
Bagi kalian yang masih hobi OTW hingga detik ini, mending mulai sekarang kamu pikir ulang, deh! Nih, dampak buruknya.