Dalam thrifting, setiap pelakunya memerankan sosok Jack Sparrow yang sedang berburu harta karun di lautan pakaian bekas.
Bagi sebagian orang, terminologi "thrift" mungkin masih sangat asing di telinga. Selama ini kita lebih akrab dengan istilah pakaian bekas atau sebutan yang lebih halus dan berkelas, yakni "preloved".
Secara bahasa "thrift" berarti hemat, cermat, atau penghematan. Sementara "thrifty" dapat diartikan sebagai cara menggunakan uang secara hati-hati serta sefisien mungkin.
Dalam konteks thrifting culture, kegiatan berburu pakaian bekas bukan hanya persoalan mendapatkan barang-barang branded semata, melainkan juga tentang sebuah seni dan kepuasan pribadi.
Terdapat perasaan menyenangkan ketika kita berhasil menemukan barang original branded yang sangat langka dan vintage, tetapi dengan banderol yang super-duper miring. Maka tidak berlebihan kiranya jika menyebut "barang-barang sampah" tersebut sebagai harta karun.
Tentu sangat berbeda dibanding ketika membeli barang-barang yang memang sudah banyak dan mudah didapatkan di pasaran. Hanya perlu merogoh uang dari dompet, tanpa hambatan berarti, barang yang kita inginkan siap dibawa pulang.
Namun, kita acapkali harus memendam keinginan dalam-dalam karena barang yang telah lama kita idam-idamkan itu ternyata branded first hand (baru) yang dibanderol dengan harga di luar nalar.
Thrifting bagaikan oase bagi generasi bangsa berdompet miris yang sangat mendambakan barang-barang branded dengan harga yang terlampau miring.
Bagi para pecinta thrifting, ada kenikmatan tersendiri dalam setiap prosesnya, baik ketika sedang berburu maupun saat menawar. Thrifting is kind of art!
Gaya hidup semacam itu dapat menjadi alternatif bagi adrenaline junkies dengan merasakan sensasi "mengobok-obok" pakaian bekas di pasar secara langsung.