Tak hanya mematahkan stereotip "maskulinitas sepak bola", Ia juga membuktikan diri, bahwa wanita bisa berdiri setara dengan pria di atas lapangan hijau.
Bermula pada Zaman Edo. Geisha adalah sebutan yang disematkan kepada wanita yang bekerja sebagai seniman tradisional Negeri Sakura.
Terminologi Geisha berakar dari bahasa Jepang yang tersusun atas 2 huruf kanji, yakni "seni" (gei) dan "pelaku" (sha), artinya pelaku seni atau seniman.
Mereka dapat dengan mudah dikenali melalui kimono dan tampilan ikoniknya. Geisha identik dengan riasan wajah putih yang dibalurkan hingga leher dan lipstik merah merona serta alis tipis nan lancip.
Bergaya rambut konde dengan ornamen bunga, menjadikan penampilan Geisha sangat anggun dan memesona. Sembari memegang payung, mereka melangkah pelan, tapi pasti. Pembawaannya sangat berwibawa dan terlihat santun. Tidak ada gerakan yang berlebihan.
Untuk bisa menjadi seorang Geisha, para gadis Jepang harus menjalani pelatihan intensif selama bertahun-tahun. Mereka akan mengasah bakat artistiknya seperti menyanyi, bermain musik, menari, dan bahkan melawak.
Geisha pemula (Maiko) memulai kerier di usia yang sangat belia. Mereka belajar di rumah khusus Geisha yang disebut Okiya dan dibina oleh Okasan (nyonya rumah). Lazimnya gadis calon Geisha berasal dari keluarga yang kurang mampu.
Profesi tradisional ini acapkali dikaitkan dengan kegiatan prostitusi, meskipun Geisha tidak "menjual tubuh" mereka kepada para tamunya.
Mereka memiliki tugas untuk menjamu para pelanggannya, bergiliran dengan pekerja seks yang disebut Oiran. Geisha dipekerjakan guna membuat para pria betah serta terhibur sambil menunggu giliran Oiran yang mengambil peran di atas ranjang.