"Maaf Pak, boleh minta tolong?"
"Ada keperluan apa?"
"Kami mau wawancara dengan Bapak."
"Boleh, saya turun."
Seketika itu juga beliau turun dari pohon cengkeh setinggi 15-an meter yang sedang ia panen. Dan sesampainya di bawah, ia pun langsung menjabat tangan kami dengan sangat ramah.
Diraihnya karung cengkeh, lalu dihamparkannya tepat di bawah rimbunnya pepohonan cengkeh yang sudah siap panen sebagai alas duduk kami.
Harum aroma cengkeh bahkan sudah tercium sebelum kami tiba di kebun milik beliau. Sejuknya udara pegunungan menemani kami di sepanjang perjalanan menuju perkebunan warga.
Pak Angelus adalah salah satu warga Manggarai yang menggantungkan hidupnya dari kearifan lokal melalui hasil alam seperti cengkeh, kopi, coklat, kapuk, kemiri, vanili dan komoditas perkebunan unggulan lainnya.
Dari beliau lah saya belajar sedikit ilmu tentang perkebunan--komoditas cengkeh--meliputi harga, hama, masa panen serta perawatannya.
Ketika memasuki Ruteng, anggapan saya tentang Pulau Flores yang hanya terdiri dari bukit-bukit sabana gersang seketika sirna. Sepanjang sisi selatan area ini membentang hutan hujan tropis yang lebat menghiasi jajaran perbukitan Mando Sawu hingga ke arah kaki anak gunung Ranakah.
Jika kita melakukan perjalanan menjelajah Flores, pemandangan bukit-bukit gersang hanya akan kita jumpai di beberapa area ujung barat Flores atau di sekitar wilayah Labuan Bajo.
Ruteng adalah sebuah Kecamatan yang juga menjadi pusat administrasi Kabupaten Manggarai dengan ketinggian 1200 mdpl, memiliki kontur berbukit-bukit dengan sebaran vegetasi yang didominasi hutan homogen.
Dengan jarak tempuh 1 jam via pesawat terbang dari Bandara Ngurah Rai Bali, kemudian dilanjutkan dengan 4 jam perjalanan darat ke arah selatan dari Labuan Bajo menggunakan minibus travel.