Gelar Habib seakan tiada henti-hentinya menjadi sorotan di negeri ini. Tak sedikit peristiwa kontroversial yang menyeret nama-nama yang erat kaitannya dengan sebutan Habib (garis keturunan Nabi).
Semakin banyak yang mengaku Habib, meski dari aspek akhlak sama sekali tidak mencerminkan sifat dan perilaku seorang Habib layakanya seorang yang memiliki garis keturunan Rasulullah.
Taruhlah sosok Habib yang ditahbiskan menjadi Imam Besar oleh pengikutnya, tetapi lebih gemar memprovokasi dan menebarkan kebencian. Dirinya hingga kini masih hijrah di Mekkah, meskipun kembalinya telah dirindukan aparat.
Lalu disusul dengan seorang Habib yang terjerat kasus penganiayaan terhadap anak yang kembali mendekam di penjara setelah asimilasinya dicabut pemerintah. Ada pula yang mengaku Habib sekaligus menyaru sebagai tabib cum pendakwah yang kedapatan melakukan aktivitas tak patut pada pasiennya.
Lantas baru-baru ini, terjadinya friksi dalam penertiban PSBB yang dipicu oleh seseorang bergelar Habib yang menolak untuk ditertibkan. Ia terlibat perselisihan hingga berujung pada insiden dorong-mendorong dengan aparat.
Gelar kehormatan itu seolah-olah hanya menjadi sarana meraih pengikut, materi, maupun kekuasaan. Tidak jarang pula hal itu disalahgunakan untuk tujuan politik tertentu bagi segelintir orang yang tidak memenuhi syarat keteladanan dan keilmuan yang mumpuni untuk menjadi role model bagi umat Islam.
Beberapa perilaku kontroversial di atas tentu tidak mencitrakan keseluruhan habaib di negeri ini. Sebut saja Habib Ali Kwitang, Habib Ali bin Husain Al-Attas, dan Habib Salim bin Ahmad bin Jindan yang memang benar-benar Habib dalam arti sebenarnya.
Ulama tiga serangakai itu berdakwah menyebarkan Islam dengan kasih sayang dan kelembutan. Mereka membaur serta turut berjuang bersama rakyat Indonesia dalam menyebarkan Islam dan melawan penjajah puluhan tahun yang silam.
Ada pula Quraish Shihab, seorang Habib yang selalu menolak jika dipanggil Habib. Beliau menjadi ulama Indonesia pertama yang memiliki spesialisasi kajian tafsir Quran. Keluhuran ilmunya membawanya menjadi rektor, menteri, dan ahli tafsir Quran (Tafsir Al-Misbah). Cendikiawan rendah hati itupun turut mendirikan Pusat Studi Al-Quran di Indonesia.
Kemudian Habib Luthfi bin Yahya, ulama yang selalu mengangkat isu nasionalisme dan persatuan bangsa dalam ceramahnya itu tercatat sudah mendirikan banyak sekolah dan masjid di Indonesia. Selain aktif sebagai salah satu anggota Syuriyah PBNU, belum lama ini beliau juga dilantik menjadi Wantimpres oleh Presiden RI.
Selain itu, masih banyak lagi kalangan Habaib yang bisa menjadi suri tauladan yang baik untuk umat Islam. Taruhlah mendiang Habib Munzir, pimpinan Majelis Rasulullah dan Habib Syekh bin Abdul Qodir Assegaf yang menjadi idola dan panutan para Syekhermania.