Posisi sarung-pun seketika berubah menjadi syal pada saat patrol dimulai, guna menghalau dinginnya angin malam.
Sarung diperkirakan muncul di Indonesia pada abad ke-14 yang dibawa oleh pedagang Arab dan India. Berdasarkan catatan sejarah, sarung berasal dari Yaman yang dikenal dengan sebutan Futah.
Sarung telah menjadi bagian yang tak terpisahkan bagi umat muslim nusantara. Sarung adalah katalis, salah satu faktor sah-nya menunaikan sholat, dalam fungsi utamanya menutup nganu aurat.
Terlebih bagi santri, sarung laksana baju zirahnya King Leonidas-Sparta, atau posisinya hampir bisa disejajarkan dengan baju hazmat para pejuang Covid-19. Saking vitalnya! Bahkan tanpa sarung seorang santri berpotensi kehilangan marwahnya.
Kain yang dililitkan dari pinggang sampai ke nganu ini biasa dipakai ketika mengaji, ibadah, patrol atau kegiatan berjamaah lainnya.
Sarung juga bisa dipakai sebagai pengganti selimut ketika tidur. Bahkan, ada sebuah adagium mengatakan "tidak ada handuk, sarung-pun jadi". Saking fleksibelnya!
Motif sarung bisa berbeda-beda di setiap daerah tergantung pengaruh asimilasi atau akulturasi budaya yang diterima masing-masing daerah.
Dengan memakai kentongan dan sarung, kita telah berperan serta dalam melestarikan warisan budaya nusantara, agar tidak ada lagi negara tetangga yang mengakuisisinya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H