Jeritannya melengking membahana memenuhi seluruh penjuru rumah dan menghentak setiap pendengarnya. Hendra berlari memasuki kamar dan dilihatnya Puniawati terkulai di lantai, kaku tak bergerak. Wajahnya pucat pasi entah sedang menyaksikan apa. Belum sampai diangkatnya tubuh istrinya Hendra dikagetkan suara lengkingan putrinya yang sudah berada dibalik punggungnya. Cepat Hendra berdiri dan mengikuti pandangan putrinya, tubuhnya bergidik menyaksikan puluhan belatung menggeliat berebut tempat diatas tempat tidur, tepat dibawah bantal Puniawati.
***
"Apa yang Nini lihat selain binatang-binatang itu?"
Puniawati menatap tajam pada gurunya. Ingin mencari kekuatan, namun keraguan memenangkan hatinya dan menjawab pertanyaan sang guru dengan menggeleng. Sesuatu mengatakan agar dia tidak menceritakan apa yang sudah dilihatnya. Dia sendiri tidak mengerti mengapa makhluk itu bisa berubah menjadi binatang-binatang kecil yang menjijikkan. Sang guru balas menatap penuh pengertian.
"Baiklah kalau memang Nini merasa tidak perlu menceritakannya, saya bisa mengerti. Apa Nini masih puasa?"
Mengangguk.
"Saya sudah melarangnya guru, tapi tetap saja. Dan dipaksa ke dokter juga nggak mau."
"Jangan dilarang mas Hendra. Inilah satu-satunya cara untuk memulihkan kondisi Nini Puniawati. Doa, puasa dan dzikir. Kejadian berturut-turut bahkan yang hampir merenggut nyawanya di Bali kemaren itu cukup banyak menguras energinya. Biarkan Nini memulihkan kesehatannya dengan petunjuk yang sudah diberikan pada Nini sendiri."
"Apa tidak malah membuatnya lemas guru?" Bantah Hendra.
"Kan mas Hendra lihat sendiri, dengan puasa kesehatan Nini semakin hari semakin membaik. Lukanya saya lihat juga semakin mengatup. Bahkan yang di pundak juga sudah mengering."