Mohon tunggu...
Kit Rose
Kit Rose Mohon Tunggu... -

Mawar Hitam. Arema 60th.\r\nDid you know about this and that? Well I want to know.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

"Kepada Luka, Tipu, dan Daya"

12 Desember 2011   16:58 Diperbarui: 25 Juni 2015   22:26 206
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Tubuh Daya menggigil menahan sakit, sementara Luka memeluknya erat dengan airmata berderai. Lebih dari setengah hari keduanya duduk di bawah kamboja di halaman rumah Daya, namun belum usai juga kesedihan bergema di sana. Puntung kretek berserakan di bawah kaki Daya, tak dapat lagi sebagai penanda waktu lamanya mereka di sana.

-----

“Nyonya tidak apa-apa?” Tanya polisi itu dengan tatapan iba.

“Tidak apa Pak, terima kasih,” jawab Daya menahan nyeri.

“Tapi baju Nyonya penuh darah, boleh saya lihat lukanya?”

“Tidak terima kasih, saya sudah menghubungi dokter.”

“Baiklah, hubungi saya jika suami Nyonya datang lagi. Saya permisi dulu.”

Daya mengucapkan terima kasih sekali lagi, mengantar ketiga polisi ke depan pintu gerbang lalu menguncinya. Ditunggunya sampai mobil polisi menghilang dari pandangan lalu perlahan melangkah memasuki rumahnya. Belum sampai tangannya menyentuh pintu rumah, sebuah teriakan menghentikan gerakannya.

“Daya! Buka pintu pagar ini! Urusan kita belum selesai!” Gagah dan lantang.

Daya berbalik perlahan, tersenyum dan menjawab dengan lembut, “Maaf Tipu, kita selesaikan semua urusan kita di pengadilan. Pengacaraku akan segera menghubungimu.”

“Begini sikapmu terhadap suami?”

“Maafkan aku juga Tipu, setelah ini kamu bukan suamiku lagi, karena kamu harus bertanggung jawab pada perempuan yang tadi datang bersama putra kalian.”

Daya memasuki rumahnya dan menguncinya kembali, tak menghiraukan Tipu berteriak hingga lelah dan pergi meninggalkan rumahnya dengan beribu sumpah serapah. Dia bersihkan dan balut luka-luka di tubuhnya bekas sayatan pisau dari Tipu, suaminya. Alkhohol, uang dan jabatan membuatnya tak mengenal lagi, siapa Tipu saat ini.

-----

“Aku sakit Daya, hatiku sakit, dia meninggalkanku dan ingin kembali pada istrinya.”

“Aku tahu Luka, aku tahu. Aku bisa merasakan yang kamu rasakan. Tapi cobalah tenangkan hatimu. Berikan kesempatan pada hatimu untuk beristirahat, agar dia dapat melihat, ada apa di balik semua ini.”

“Aku nggak sangka dia setega itu. Dia benar-benar nggak peduli lagi padaku. Usia pernikahan kami baru menginjak tiga bulan, tapi dia sudah menjatuhkan talak padaku.”

“Apa dia mengatakan apa alasannya?”

“Istrinya hamil. Kami hanya menikah siri jadi aku tidak bisa berbuat apa-apa.”

Daya menghisap kreteknya dalam sebelum bicara, menahan nyeri pada lukanya yang terhimpit oleh pelukan Luka, “Apakah salah, jika menurutku ini lebih baik untukmu?”

“Apa maksudmu Daya, tega sekali kamu mengatakan itu?”

“Bagaimana jika dia menjatuhkan talak, beberapa bulan atau tahun ke depan, setelah kalian memiliki keturunan? Apa itu tidak akan lebih buruk? Kamu tentu akan mengalami sakit yang lebih sakit dari ini Luka. Jadi cobalah beri kesempatan hatimu untuk merenung, berpikir jernih lalu mensyukuri semua ini.”

“Apa yang harus aku syukuri Daya? Tipu meninggalkan aku begitu saja dan kamu mengatakan aku harus mensyukurinya?”

“Karena Tuhan sangat menyayangimu Luka. Kamu segera tahu lelaki seperti apa Tipu, sebelum kamu mengalami lebih banyak kesakitan olehnya. Sekarang hapuslah airmatamu. Katakan padanya bahwa dia tidak pantas menetes untuk lelaki seperti Tipu. Kamu terlalu berharga untuknya. Kamu terlalu indah untuknya.”

“Bisakah aku Daya? Aku sangat mencintainya, dia baik padaku selama ini.”

“Aku yakin kamu pasti bisa. Beri kesempatan hatimu untuk beristirahat dulu.”

Daya mengiringi kepergian Luka dengan tatapan kosong. Diselipkannya sepucuk surat di kantong baju Luka sebelum melepas pelukannya. Asap kretek di tangannya tertiup angin kencang, membuat matanya pedih, menyadarkannya bahwa dia juga harus memberi kesempatan hatinya untuk beristirahat.

-Kit Rose-

--------------------------------------------------------------------------

Untuk Luka sahabatku,,,

Jangan biarkan luka di tubuh dan hatimu menipumu, bahwa kesakitan dan onak dan duri akan membuatmu tak berdaya. Perjalanan masih panjang dan esok bukan milik kita. Isitirahatlah sejenak agar terbaca olehmu yang belum kau baca.

Jika dia adalah lelaki bijaksana, dewasa, penuh cinta, lembut hati, bertanggung jawab, mengerti agama dan aturan hidup, seperti yang kau katakan… Maafkan aku Luka sayang, aku sedang merenungkannya. Tentunya dia tidak akan menghianati istrinya, dengan diam-diam menikah siri denganmu. Tentu dia juga tidak akan dengan seenaknya meninggalkanmu, dalam kondisi seperti sekarang ini. Tentu dia juga tidak akan memberimu tanda perpisahan (TALAK ABAL-ABAL) dengan hanya begitu saja, sehingga membuatmu merasa menjadi sampah dan pengemis cinta. Tentu dia tidak akan membuatmu terluka seperti ini, sehingga membuatmu tidak ingin hidup lagi. Tentu dia peduli dengan keguguran yang kau alami. Tentu,,, dia memiliki kalimat dan cara yang bijak, untuk berhenti dan mengakhiri kelupaannya ini. Seperti saat,,, bagaimana dia membuatmu terpesona padanya.

Dan jika, dirimu mencintainya,,, seperti yang kau katakan. Maafkan aku juga Luka yang cantik… Aku hanya memiliki kalimat basi ini untuk kusampaikan padamu, yaitu, syukuri semua ini. Kalimat ini mungkin memang basi Luka, tapi percayalah, ini adalah bekal untuk meniti perjalanan yang terjal. Janganlah menangis untuk kepergiannya, tapi menangislah untuk lupamu, menangislah karena dirimu sempat ikut serta di dalam lupanya. Iringilah kepergiannya dengan doa, agar dia berbahagia dengan istri dan putra putrinya. Maafkanlah dia dengan cinta yang kau miliki, maafkan juga dirimu dengan imanmu.

Jangan bersedih karena dirimu tak dapat membencinya Luka. Karena memang tak ada kebencian di dalam cinta. Bersyukurlah karena dirimu tidak membencinya. Beristirahatlah sejenak. Tersenyumlah bersama tetes terakhir airmatamu. Lalu poleslah lukamu dengan cinta, untuk perjalanan selanjutnya. Aku tidak memiliki kalimat indah lagi untuk hentikan airmatamu, aku tinggalkan saja jejak bersama surat tak berguna ini. Kamu boleh membenciku setelah membaca ini, tapi aku mohon jangan membenci dia, dirimu sendiri, dan siapapun. Hidup ini hanya sementara dan kita membutuhkan perantara untuk menjadi sesuatu, juga akan menjadi perantara bagi yang lain untuk menuju sesuatu. Berdoalah untukku dan untukmu, agar kita menjadi perantara yang indah.

Salam sayangku, MH

--------------------------------------------------------------------------

Sekian dan terima kasih untuk yang membaca sampai kalimat ini, nantikan episode tulisan ga jelas selanjutnya, bersama kopi pahit tentu saja -^_^-

*Tulisan ga jelas di sela kopi pahit. Belajar menyusun kata bersama kopi pahit, di sela hujan dan petir bersahutan. Baca saja, jangan diartikan apa-apa. Masih menerima kritik dan saran.*

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun