Mohon tunggu...
Kireinada
Kireinada Mohon Tunggu... Entrepreneur -

We write, we share.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Jangan Anggap Sepele Flek Saat Hamil

1 Maret 2017   09:58 Diperbarui: 1 Maret 2017   22:00 7409
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Menanti kelahiran sang buah hati adalah momen yang membahagiakan bagi pasangan suami istri, terlebih pada kehamilan yang pertama. Kami menikah sekitar 5 bulan lalu dan ingin segera dikaruniai momongan, akupun rajin mengkonsumsi susu persiapan hamil untuk bisa secepatnya hamil. Pada bulan Januari lalu aku dan suami sangat bahagia begitu tahu aku sedang hamil. Setelah aku memeriksakan diri di sebuah klinik yang pernah aku ceritakan pada postingan sebelumnya, ternyata usia kehamilan aku memasuki 8 minggu. Aku mengkonsumsi folat, susu ibu hamil, dan makanan yang bergizi setiap hari untuk memenuhi kebutuhan nutrisi calon janin.

Pada bulan Januari aku sering merasakan kram di perut, tanda-tanda kehamilan lain juga aku rasakan seperti payudara membesar, rasa nyeri pada puting, perut sedikit membesar, dan jerawat yang meradang yang paling membuat aku stress. Pertengahan Februari aku baru merasakan mual muntah. Namun, suatu pagi selesai mandi, aku keluar flek berwarna merah. Aku pikir ini normal bagi kehamilan pada trimester pertama. Pada beberapa wanita, kehamilan bisa ditandai flek atau keluarnya bercak darah yang terjadi karena proses implantasi embrio.

Namun aku agak was-was ketika flek terjadi lebih dari sehari, umumnya flek saat kehamilan hanya terjadi sekali. Aku mengalami flek kurang lebih 4 hari, kemudian aku memeriksakan kandungan ke bidan dekat rumah. Setelah melakukan USG bidan itu berkata bahwa janinnya tidak terlihat, hanya ada pembesaran rahim, seharusnya pada usia kehamilan 10 minggu janin sudah tampak. Ibu Bidan kemudian memberikan surat rujukan ke dokter spesialis untuk lebih memastikan dan mendapatkan penanganan yang lebih lanjut. Perasaanku tak menentu, antara takut dan tidak percaya, saat itu aku hanya bisa berdoa.

Esok paginya, aku, ibu dan suami pergi ke dokter spesialis kandungan, jaraknya cukup jauh dari rumah, sekitar 1,5 jam waktu yang dibutuhkan untuk menempuh perjalanan dari Seputih Banyak ke kota Metro. Setelah melakukan pendaftaran dan mengantri cukup lama aku masuk ke ruangan dokter Tobing. USGpun dilakukan, di layar terlihat jelas bahwa ada kantong janin pada rahimku, tetapi tidak ada janinnya. Dokter mengatakan bahwa kehamilan kosong ini banyak terjadi, banyak faktor penyebab kasus ini seperti : virus dari hewan (tokso), hubungan seksual, kelelahan, dan yang lainnya. Padahal aku tidak memiliki hewan piaraan seperti kucing atau anjing di rumah. Dokter memintaku untuk tidak usah takut dan panik, karena banyak yang mengalami hal serupa, dan ini dapat diatasi melalui kuretasi dan pengobatan. Jadi kantong janin ini harus diambil, rahim harus dibersihkan agar kehamilan selanjutnya bisa berjalan baik dan normal.

Perasaanku linglung, sedih, dan lemas mendengar paparan dokter Tobing. Tetapi demi kebaikan, kuretasi ini harus segera aku lakukan. Aku takut dengan jarum suntik, infus, dan yang lainnya. Aku sangat asing dengan rumah sakit sebelumnya, saat aku sakit hanya pergi ke dokter dekat rumah atau beli obat di apotek. Tapi kali ini aku harus punya tekad dan keberanian yang besar. Esok paginya setelah aku puasa selama 8 jam, kuretasi dilaksanakan. Aku masuk ke ruangan pukul 07.30, kemudian aku diminta berbaring di tempat yang sudah disediakan. Perawat mengambil darahku dan menyuntikan obat. Setelah diberi obat, aku menunggu cukup lama, pukul 09.00 dokter bius masuk ke ruangan. Tak lama setelah suntikan bius, setelah menarik nafas dalam-dalam, aku merasakan obat itu sedang menjalar, setelah itu aku sudah tidak sadarkan diri.

Aku mendengar suara mesin yang keras, entah dimana, rasanya seperti berputar-putar, suara bercakap-cakap samar terdengar. Ketika aku membuka mata, seperti berada di ruangan yang berjalan ,terus bergerak, dan riuh suara terdengar. Perlahan gerakan melambat dan melambat, suasana kembali sepi. Nafas ini terengah, aku baru sadar saat mendengar suara nafasku sendiri. Dalam hati aku bersyukur, kuretasi sudah selesai dan aku tidak muntah sedikitpun. 

Kulihat di samping kanan, Ibu sedang mengipas dan mengusapku. Walaupun membayang dan belum jelas, semuanya masih samar, belum bisa kulihat dengan jelas. “Ibu, mamas mana?” tanyaku dengan suara pelan. Kemudian Ibu keluar ruangan dan memanggil suamiku. Aku melihat Ibu di samping kiriku, mengusapku, dan suamiku di samping kanan memegang tanganku sambil menggoda dan mengejekku seperti biasanya. Tapi tanganku tak sanggup untuk mencubit pipinya, aku belum bisa merasakan seluruh tubuhku. Ketika aku mulai bicara, rasanya kata-kata dari mulut ini seperti keluar sendiri, mulut ini seperti bicara sendiri tanpa ada yang memerintah, rasanya sangat aneh.

Setelah beberapa menit aku mulai dapat melihat dengan jelas. Perawat menyuruhku untuk mencoba miring ke kanan dan ke kiri selama beberapa saat. Setelah aku bisa merasakan tubuhku, aku mencoba untuk duduk. Karena sangat lemas aku berbaring kembali. Setelah pulih aku mencoba untuk duduk dan berjalan ke kamar mandi, memakai pembalut yang sudah disiapkan. Kami berjalan ke ruang obat, untuk mengambil obat dan mendapat jadwal kontrol. Aku berjalan perlahan, rasanya lunglai, kamipun pulang ke rumah. Selama seminggu, aku benar-benar berusaha memulihkan psikisku, aku bertekad kuat mengalahkan rasa sedih dan ketakutan ini. Aku selalu berpikir positif, berdoa, dan yakin bahwa Allah punya rencana yang terbaik untuk hambanya.

Tanggal 24 Februari, tepat seminggu setelah kuretasi, aku kontrol ke dokter. Selama seminggu aku keluar darah yang berangsur berkurang. Setelah di USG, rahimku sudah bersih, tersisa sedikit darah yang nantinya keluar. Perawat memberikan suntikan tokso, agar terhindar dari virus tersebut. Suntikan dilakukan selama 3 kali tiap 17 hari sekali, aku belum boleh hamil dulu selama 3 bulan. Aku harus menjalani pengobatan terlebih dahulu. Setelah dokter memberikan resep, aku menebusnya, kemudian aku dan Ibu pulang ke rumah.

Usai kuretasi aku dapat beraktivitas seperti biasa, aku tidak lagi merasakan mual. Sekarang harus minum obat tepat waktu dan tidak boleh telat suntik tokso. Oke, tetap semangat!!! Aku yakin ini yang terbaik, Allah akan memberikan karuniaNya yang lebih besar di waktu yang tepat. Alhamdulillah, semuanya patut untuk disyukuri. Terima kasih keluargaku yang sudah mendukung dan mensuportku. Alhamdulillah. Alhamdulillah. Alhamdulillah. Untuk Ibu yang sedang hamil muda, berhati-hati ya, karena usia kehamilan pada trimester pertama sangat rawan. Barakallah Fiikum.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun