Sebanyak 23.965 kasus kekerasan seksual terjadi di Indonesia pada tahun 2024. Angka kejadian tersebut terus mengalami kenaikan dari tahun ke tahun, terutama sejak 5 tahun terakhir, dan diperkirakan akan terus mengalami kenaikan hingga 5 sampai 10 tahun ke depan. Korban kekerasan seksual tersebut kebanyakan berasal dari perempuan yaitu sebanyak 79,8% dan pelaku kebanyakan laki-laki yaitu sejumlah 88,7%. Menurut kelompok umur, korban kekerasan seksual pada peringkat pertama adalah umur 13-17 tahun sebanyak 35,7% kasus, peringkat kedua adalah umur 25-44 tahun sebanyak 20,9% kasus, dan peringkat ketiga adalah 6-12 tahun sebanyak 20.4% kasus (Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, 2024).
Dari data tersebut, bisa kita ambil kesimpulan bahwa kebanyakan korban adalah anak-anak. Hal ini perlu mendapatkan perhatian khusus karena beberapa studi menemukan bahwa sebagian besar pelaku adalah orang yang paling dekat dengan lingkungan anak.
Dari tahun 2000 hingga 2004, terlihat bahwa dalam 163 kasus kekerasan seksual, 91,8% pelaku yang diketahui adalah orang yang dikenal korban (anak), dan 9,8% adalah orang yang tidak dikenal korban (anak). 27% dari 91,8% adalah kerabat dekat korban (anak), seperti ayah, kakek, paman, saudara laki-laki, dan sepupu. Penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 90% anak-anak yang mengalami pelecehan seksual hampir selalu
menderita gangguan stres pasca-trauma (Wahyuni, 2016).
Pada saat korban mengalami peristiwa trauma yang tidak biasa dengan intensitas yang tinggi, akan terjadi perubahan reaksi kimia di otak dan aliran neurohormonal yang akan berkembang menjadi PTSD (Post Traumatic Stress Disorder). Setiap korban mempunyai pengalaman stres yang bervariasi. Pada saat membuat memori, otak akan melepaskan zat kimia dalam proses mengingat kemudian akan ditambahkan ke bank memori. Pada korban yang mengalami PTSD, pemrosesan ingatan akan terganggu. Korban juga mengalami penurunan kadar kortikosteroid serum yang bisa menyebabkan lebih labil secara emosional dan lebih rentan terhadap suatu stres yang baru.
Pada korban, volume hipokampus akan berkurang. Hipokampus memiliki peran dalam mengendalikan respon terhadap stres dan memori. Pengurangan volume hipokampus akan menyebabkan terbentuknya akumulasi efek toksik dari paparan berulang terhadap peningkatan glukokortikoid. Ketika terjadi malfungsi pada hipokampus, proses rasa cemas dan depresi tidak berkurang karena fungsinya tidak berjalan dengan normal. Perubahan karakteristik dalam struktur dan fungsi otak telah ditemukan dalam PTSD. Daerah yang berubah yaitu hipokampus dan amigdala.
Kekerasan seksual memiliki pengaruh yang berbeda-beda terhadap setiap korban. Hal ini dipengaruhi oleh faktor yg ada di otak (hipokampus) yang memengaruhi cara korban memandang peristiwa tersebut. Ketika seseorang mengalami peristiwa tragis, baik yang mengalaminya secara langsung maupun menyaksikan, akan memiliki gejala disosiasi. Korban akan kesulitan untuk mengenal isi pikiran sendiri dan mengungkapkan perasaan sehingga mereka akan membuat batasan yang jelas antara dirinya dengan orang lain serta sulit memercayai orang lain. Peristiwa traumatis tersebut sewaktu-waktu bisa kembali meneror baik dalam bentuk mimpi, delusi, kilas balik, dan dapat mengganggu kesehatan mental korban. Hal tersebut mampu menyebabkan penderitaan yang signifikan secara klinis atau gangguan fungsi sosial. Korban lebih menutup diri dan merasa tidak punya hak untuk memiliki impian karena mereka diperlakukan tidak pantas seperti manusia lain sebagaimana mestinya. Mereka akan merasa rendah diri sehingga menganggap bahwa memiliki impian atau cita-cita adalah hal yang sia-sia. Oleh karena itu, penting untuk mengidentifikasi masalah yang dialami oleh si korban sehingga bisa dilakukan tata laksana yang sesuai dengan kondisinya saat itu. Kesehatan mental menjadi salah satu fokus penting yang harus menjadi perhatian para tenaga kesehatan seperti dalam pemberian psikoterapi. Terapi ini mampu menunjukkan efektivitas dalam mengurangi dampak pelecehan dan bentuk trauma lainnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H