Mohon tunggu...
Ki Penjawi
Ki Penjawi Mohon Tunggu... Penulis - konsultan lepas social marketing

pengamat kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Politik

Apakah Pemimpin Harus Lebih Pandai dari Anak Buah?

29 Mei 2014   04:46 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:00 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dalam keramaian hiruk pikuk, dukung mendukung capres/cawapres ada satu ungkapan yang cukup menarik: “wah di Fulan itu gue banget”. Mungkin orang tersebut bermaksud menekankan bahwa si Fulan tersebut adalah identic dengan dirinya sehingga dia nyaman. Namun harus di-ingat, definisi nyaman disini dalam konteks apa? Apakah si Fulan hanya sebatas konco atau si Fulan dijadikan pemimpin.

Yang ditakutkan adalah bila si Fulan ini kemudian menjadi pemimpin-nya? Cepat atau lambat, si Fulan pasti akan menghadapi problem,

Mengapa? Logikanya sangat sederhana. Salah satu sifat dasar manusia, diakui atau tidak, ingin selalu menang, ingin selalu mendapat perhatian dan berbagai keinginan lainnya yang menjadikannya, minimal satu level diatas kelompoknya. Otomatis hal yang sama berlaku dalam sebuah komunitas yang kecil seperti kelompok arisan, RT atau geng motor. Dengan demikian, konteks ini berlaku pula saat kelompok ini mencari pemimpin.

Dalam konsep kepemimpinan yang ideal, sang pemimpin harus memiliki kelebihan dari yang dipimpin. Kalau cuma dianggap selevel saja (=gue banget) akan menjadi masalah, apalagi kalau lebih bodoh. Sang pemimpin dijamin tidak dihargai dengan konsekuensi akan didepak.

SBY adalah contoh aktual. Sebagai presiden, SBY adalah seorang intelektual tulen, memiliki jam terang luar biasa, dan yang utama, terbukti sukses membawa Indonesia menjadi 10 besar ekonomi dunia. Tetapi ini saja tidak cukup. Media berhasil menciptakan persepsi berbeda tentang SBY, dari sebuah ketenangan (=tidak terburu-buru) menjadi sebuah peragu dan lambat (=indecisiveness). SBY yang mumpuni saja bisa diplintir, apalagi bila kualitas sang capres tidak sebanding.

Akhirul kata, ungkapan bahwa “ si Fulan itu gue banget “, mungkin saja kurang tepat digunakan untuk mencari pemimpin. Bisa-bisa yang bersangkutan akan kecewa dimasa depan setelah mengetahui bahwa si Fulan ternyata cuma selevel dengannya.

Jadi siapapun yang akan dipilih sebagai pemimpin bangsa ini, harus membuktikan diri bahwa dia, minimal, harus satu level diatas masyarakat yang dipimpinnya. Prinsip dasar dalam memilih pemimpin sangat simple, hati kecil kita harus mempunyai rasa bangga terhadap pemimpin tersebut. Jadi sekarang terserah opini kita masing-masing dalam menjabarkan komponen kebanggaan tersebut. Mengutip istilah di dunia Iptek, mudahnya dibagi dalam dua segmen, hardware (penampakan fisik) dan software (sifat dan kemampuan non-fisik). Karena kalau tidak, bisa repot nantinya, begitukah bro?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun