Kasus Agus Buntung yang baru-baru ini menjadi sorotan publik tidak hanya mengungkapkan persoalan serius tentang kekerasan seksual, tetapi juga menunjukkan betapa mendalamnya stigma sosial yang masih melekat pada korban. Sebagai mahasiswa hukum, penting bagi kita untuk memahami dan menganalisis masalah ini secara mendalam, baik dari sudut pandang hukum maupun sosial.Â
1. Kekerasan Seksual: Masalah yang Terus BerulangÂ
Kekerasan seksual merupakan salah satu bentuk pelanggaran hak asasi manusia yang terus terjadi di berbagai lapisan masyarakat, termasuk dunia pendidikan. Kasus Agus Buntung menunjukkan bagaimana pelaku memanfaatkan posisi atau kuasa mereka untuk menekan korban, membuat korban berada dalam situasi yang sulit untuk melawan. Meskipun UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) telah disahkan, implementasi undang-undang ini masih menghadapi berbagai kendala. Penegakan hukum yang kurang tegas dan hambatan dalam sistem peradilan sering kali mengurangi efektivitas undang-undang ini dalam memberikan keadilan bagi korban (Nitha et al., 2021). Selain itu, kurangnya kesadaran masyarakat tentang hak-hak korban juga menjadi faktor penghambat dalam penanganan kasus kekerasan seksual. Dalam hal ini, masyarakat perlu diberikan pemahaman yang lebih dalam mengenai dampak sosial dari kekerasan seksual, serta pentingnya mengedepankan keadilan untuk korban.
Sebagai mahasiswa hukum, kita harus melihat kekerasan seksual tidak hanya sebagai tindak pidana, tetapi juga sebagai fenomena sosial yang memerlukan pendekatan lebih holistik. Oleh karena itu, pendidikan tentang gender dan kekerasan seksual harus dimulai sejak dini dalam lingkungan pendidikan untuk mencegah kekerasan ini dan menciptakan masyarakat yang lebih saling menghormati. Penegakan hukum yang tegas harus disertai dengan pendidikan yang mampu meningkatkan kesadaran mengenai isu ini (Jenawi, 2017). Hal ini akan membantu menciptakan lingkungan yang lebih aman bagi korban dan memperkuat budaya yang mendukung perlindungan hak asasi manusia, sehingga dapat terwujud perubahan dalam pola pikir masyarakat yang lebih menghargai hak-hak individu.
2. Stigma Sosial: Beban Ganda bagi Korban
Selain Korban kekerasan seksual sering kali menghadapi stigma sosial yang merugikan, dimana mereka malah disalahkan atas kejadian yang menimpanya. Fenomena victim-blaming ini memperburuk kondisi mental korban dan membuat mereka enggan melaporkan peristiwa tersebut. Stigma ini menghambat akses korban terhadap dukungan sosial dan bantuan hukum yang mereka perlukan (Elindawati, 2021). Hal ini memperburuk trauma yang mereka alami dan sering kali membuat mereka merasa sendirian dalam perjuangan untuk mendapatkan keadilan. Dalam banyak kasus, stigma ini lebih memperburuk penderitaan korban daripada memberikan ruang bagi mereka untuk mencari keadilan.
Mahasiswa hukum memiliki peran penting dalam mengubah pandangan masyarakat tentang korban kekerasan seksual. Edukasi kepada masyarakat mengenai pentingnya menghormati hak korban dan menghilangkan stigma sangat diperlukan. Selain itu, advokasi hukum yang kuat akan memastikan bahwa korban diperlakukan dengan hormat dan diberikan akses yang setara untuk mencari keadilan (Rukman & Huriani, 2023). Mahasiswa hukum harus mendorong agar korban tidak hanya mendapat perlindungan dari hukum, tetapi juga perlakuan yang adil dari masyarakat, sehingga mereka dapat menjalani proses hukum tanpa takut dihina atau disalahkan.
3. Pelajaran untuk Generasi Muda Hukum
Kasus Agus Buntung memberikan pelajaran penting bagi mahasiswa hukum tentang perlunya keberpihakan terhadap korban. Mahasiswa hukum harus memahami bahwa setiap korban berhak mendapatkan perlindungan hukum tanpa adanya intimidasi atau ancaman. Dalam proses hukum, sangat penting untuk memberikan ruang aman bagi korban agar mereka bisa menyampaikan kisah mereka tanpa rasa takut (Maghfirah et al., 2024). Selain itu, pemahaman yang mendalam tentang hak-hak korban akan membantu memastikan bahwa keadilan dapat dicapai tanpa adanya diskriminasi. Setiap korban harus merasa dilindungi dan diperlakukan secara adil sepanjang proses hukum.
Sebagai calon praktisi hukum, mahasiswa hukum juga perlu terlibat dalam kampanye kesadaran tentang kekerasan seksual, baik di kampus maupun masyarakat luas. Kampanye ini bisa dilakukan melalui seminar, diskusi, atau kegiatan advokasi untuk menumbuhkan kesadaran tentang pentingnya melindungi korban kekerasan seksual. Dengan langkah ini, mahasiswa hukum bisa menjadi agen perubahan yang membawa perubahan positif dalam masyarakat (Wadjo & Salamor, 2024). Melalui pendidikan dan advokasi, mahasiswa hukum dapat berkontribusi dalam menciptakan lingkungan yang lebih aman dan inklusif bagi korban kekerasan seksual.Â
Kesimpulan Â