Jadi kalau kita masih tetap mengakui bahwa bahasa merupakan identitas dan jati diri suatu bangsa, maka bagi mana bisa bahasa Wolio dapat dikatakan menjadi identitas dan jati diri Kesultanan Buton? Badingkan dengan Bahasa Muna yang digunakan oleh hampir seluruh masyarakat ex Kesultanan Buton. Bukankah itu dapat dikatakan bahwa Bahasa Muna telah menjadi identitas dan jati diri Bangsa dari Kesultanan Buton? Untuk menjawab semua itu diperlukan suatu kejujuran dan kebesaran hati para sejarawan untuk mengungkap kebenaran sejarah dengan tidak perlu ada yang ditutup-tutupi.
D. Â AKSEN
Dr. Rene Van Debrg dalam penelitiaannya menemukan bahwa bahasa Muna memiliki banyak aksen. Setiap wilayah penyebaran bahasa muna memiliki aksen sendiri-sendiri dalam pengucapannya seperti aksen Bosua, Kamaru,Kaimbulawa,Lasalimu dan Muna, sedangkan menurut Burhanuddin ada juga aksen Pancana.
Aksen Bosua digunakan oleh masyarakat di Kecamatan Batauga, pantai barat daya Pulau Buton, sebelah selatan wilayah Katobengke-Topa-Sulaa dan Lawela. Sedangkan aksen Kaimbulawa digunakan oleh masyarakat 'Siompu. Lantoi, Kambe-Kambero , Liabuku, Barangka dan Kapontori.
Aksen Kamaru digunakan oleh masyarakat di Kecamatan kamaru kabupaten buton. Aksen Pancana di Gunakan oleh masyarakat yang mendiami pulau Muna bagian Selatan yaitu masyarakat Gu dan mawasangka. Aksen Pancana juga digunakan oleh masyarakat Pulau Talaga, Siompu dan Kadatua.
Setiap aksen dalam pengucapan bahasa Muna, dipengaruhi oleh lingkungan dimana komunitas penggunanya menetap atau pengaruh luar dimana penggunanya sering berintaraksi dengan dunia luar. Dari interaksi-interaksi dari dua atau beberapa bahasa tersebut kemudian melahirkan aksen baru. Misalnya saja Masyarakat Muna yang sering berinteraksi dengan komunitas masyarakat yang menggunakan Bahasa Wolio atau Cia-cia, maka aksennya akan berbeda dengan masyarakat Muna yang sering berinteraksi dengan masyarakat dari luar seperti melayu, jawa, arab dan lain-lain.
E. Â PENGUCAPAN
Bahasa Muna dari semua dialek/ aksen dalam pengucapannya tidak mengenal konsonan dalam setiap akhir kata. Dalam kosa kata bahasa muna tidak mengenal struktur konsonal vokal konsonan ( KVK ). Olehnya itu penyerapan bahasa asing kedalam bahasa Muna apabila berakhir dengan konsonan pada akhir pengucapannya maka selalu ditambah dengan vokal ( a,e,i,o,u ), atau di hilangkan huruf akhirnya sehingga berakhir dengan vokal. Contohnya sandal, dalam bahasa Muna pengucapannya di tambah dengan vokal 'i' sehingga pengucapannya menjadi sandal(i), atau Pelabuhan misalnya di hilangkan hurup 'n' sehungga dalam pengucapannya menjadi 'pelabuha'(n).
Selain tidak mngenal vokal dalam akhir kata, dalam alfabet bahasa Muna asli juga tidak mengenal huruf 'C.' Karena tidak huruf ' C ' tersebut, maka bila masyarakat muna mengucapkan kata-kata yang berasal dari kosa kata bahasa lain yang menggunakan huruf 'C', maka huruf 'C' tersebut di ganti dengan huruf 'T'. Contohnya seperti dalam table berikut :
No
Kata Asli