Prabowo bukan Negarawan(?) Kemarin, sejak pernyataan sikap Prabowo Subianto ditayangkan live di TV, hingga tadi malam, dan terus menerus hingga hari ini,- itulah kalimat yang paaaling sering terposting di media social dan media online. Prabowo dianggap bukan negarawan. Sebabnya tentu saja kita tahu,- Prabowo tiba-tiba saja menolak proses perhitungan yang terjadi di KPU, blab la bla. Hal itu dianggap penyimpang dari keinginan rakyat secara umum: pemilu yang aman, damai, dan sukses.
Lalu siapakah bertindak negarawan dalam pilpres kali ini..? Jokowi-kah, JK-kah, Megawati-kah, atau adakah sosok lain..? ..............................................(COBA INGAT-INGAT)............................................ Maaf, saya tidak melihat ada seorang pun yang berhak atas status tersebut. Nah.. Kalau orang lain juga tidak, lalu kenapa terlalu menuntut Prabowo untuk menjadi negarawan..? Ini tentu pertanyaan yang kurang patut, tapi saya hanya ingin menggelitik kita semua untuk merenungi demikian banyak beban yang ditimpakan ke Prabowo Subianto dalam posisinya yang demikian serba salah..
Saya paham apa yang ada di benak Anda sekarang. Anda ingin mendefinisikan ‘Negarawan’ itu kan..? baiklah. Bagi saya sederhana saja; Kalau kepentingan Bangsa dan Negara sedang dipertaruhkan, dan di saat bersamaan Anda juga sedang mempertaruhkan kepentingan yang sangat berarti  bagi pribadi / kelompok Anda, lalu tanpa ragu Anda mengorbankan kepentingan Anda, yup, Anda seorang negarawan. selalu ada ‘Benturan kepentingan’ disana. Saya ingin menggaris bawahi “Benturan kepentingan’ sebagai syarat utama lahirnya negarawan. Artinya, kalau Negara menghendaki kedamaian atas pelaksanaan pilpres, dan Capres yang yang telah ditetapkan sebagai pemenang berkeliling se Indonesia meminta pendukungnya untuk tidak melakukan sesuatu yang mencederai demokrasi, maka itu memang sudah pantas dilakukan. Karena disana tidak ada benturan kepentingan, maka Cap Negarawan pun tidak lahir dari sana. Sebab Negarawan bukanlah ijazah yang bias dibeli, Anda harus diuji.
Negarawan sejati memang harus diuji. Dan ujiannya adalah masalah demi masalah, kesulitan demi kesulitan, kepahitan demi kepahitan, penistaan demi penistaan, finah demi fitnah. Dan yang saya tahu, Prabowo mengalaminya secara bertubi-tubi, tanpa henti, tanpa jeda. Tapi dihadapinya semua itu dengan diam, penuh kesabaran. Tidak sekalipun ia menyerang balik. Bibirnya tetap terkatup rapat mesti ia dinistakan. Ia tidak ingin institusinya, TNI, tercederai. Selangkah lagi, akan lahir seorang negarawan sejati yang bijak, yang memimpin bangsa ini menjadi Negara Hebat. Tapi hari ini, saya melihat si penyabar itu berontak, melawan. Ia mungkin lelah dinistakan, lelah dihinakan, lelah dipojokkan. Emosinya di ambang kesabaran.
Sayang, itu terjadi ketika persatuan bangsa menjadi taruhannya, ketika keutuhan sosial adalah tumbalnya. Dan lagi-lagi Sang penyantun itu menuai nistanya. Ya, taruhannya memang terlalu besar. Tapi sebagai salah satu rakyat yang menginginkannya, merindukannya menjadi pemimpin, tidak pada tempatnya ikut ikut menghujatnya. Saya berempati padanya. Sangat berempati.
Saya tahu ia sedang diuji. Luluskah ia sebagai negarawan atau justru dicap pecundang, saya tidak tahu. Tapi saya berdoa yang terbaik untuknya dan untuk bangsa ini. Bagi yang tidak sedang diuji, enteng untuk mengatakan apapun, mereka sedang dalam pujapuja simpati. Para pemilihnya sedang euforia, sehingga bertingkah apapun, mengucapkan apapun, dengan gesture apapun, semuanya tampak baik-baik saja. Tapi ingat bahwa, tidak ada nilai tanpa ujian
Saya tau, sikap paling bijak saat ini adalah mengakui kekalahan, memberi hormat pada pemenang, dan mengajak bersatu para relawan. Tapi sy juga meminta kepada segenap siapapun, berempatilah, biarkanlah prabowo menempuh jalan konstitusi. Itu juga adalah pilihan bijak bagi seorang negarawan. Ingat, Prabowo menekankan pada kata 'JALAN KONSTITUSI', bukan jalan RUSUH. Negara ini tidak akan runtuh karena itu.
Satu hal lagi, ‘kalah' menempatkan seseorang pada pojok paling sempit. Akankah ia diberikan sedikit ruanggerak atau makin merapatinya ke pojok paling sempit? Itu juga pilihan, dan setiap pilihan ada konsekuensinya.
#SemogaIndonesiaBaikBaikSaja
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H