"Suka?" Andara kembali menggeleng ragu.
   "Enggak kangen?" Andara ingin menggeleng, tiba-tiba kepalanya kaku. Devandra masih menatap dengan atensi penuh.
   Andara mulai meragukan kejujuran perasaannya. Benarkah tidak ada suka atau kangen untuk mereka? Sena sahabatnya, Andara mengagumi cowok kalem itu. Hanya sekedar kagum, tidak boleh lebih dari itu. Sena cerdas, baik, perhatian, dan selalu ada untuknya. Andara hanya perlu meminta, cowok itu akan langsung datang. Rumah mereka tidak jauh, hanya beda kampung tidak sampai satu kilometer.
   Abimanyu Gading Bawana, cowok keren itu terang-terangan bilang mencintainya. Memintanya menjadi pacarnya, sayangnya Andara tidak percaya. Belakangan cowok itu menjadi satu paket dengan Sena, seperti dua malaikat yang menjaga di kanan kirinya. Andara merasa nyaman. Ketika tiba-tiba Abimanyu menghilang, dia tidak bisa tidur semalaman memikirkan cowok itu. Semua pesan yang dikirimnya hanya centang satu, tanda belum dibaca sama sekali. Andara gelisah, dan kehilangan semangat, seperti ada yang hilang dari dirinya. Itukah yang disebut kangen?
Andara tersipu, mengingat reaksi cepatnya ketika Abimanyu menelepon. Tanpa diperintah, jantungnya berdetak lebih cepat. Senyumnya terus mengembang, bahkan dia bisa tertawa lepas mendengar suara cowok itu. Andara terlalu bahagia, hingga melupakan sosok lain yang lebih dulu bersamanya. Apakah hatinya mulai berlabuh? .
   Padahal Abimanyu hanya minta maaf, tidak bisa ikut acara bersepeda yang sudah mereka rencanakan Minggu lalu. Hari ini seharusnya mereka bersepeda ke Sendang Mudal, yang terletak di desa Sarip Karangasem sekitar sepuluh kilo dari Wirosari. Andara memang berniat membatalkan rencana itu, karena tidak mungkin meninggalkan Devandra yang meluangkan waktu untuk berkunjung ke rumahnya, setelah selesai menjalankan tugas di Semarang. Mereka hanya mempunyai waktu hari ini, sebelum besok pagi Bli Devandra kembali ke Bali lewat Semarang. Â
   "Kayaknya ada yang lagi jatuh cinta, ini! Dari tadi senyum-senyum sendiri?" goda Devandra sambil mencolek hidung Andara.
   "Bli apaan, sih! Iseng saja!" Andara bergerak menjauh, menjarak jarak dari tangan usil kakak angkatnya itu. Devandra tertawa terbahak-bahak, sampai tersedak.
   "Makanya jangan iseng menertawakan orang. Pamali!" ledek Andara mengejek. Gadis itu tidak hanya diam. Tangannya bergegas mengambil gelas minum di nakas, lalu menyodorkan cepat ke arah Devandra. Laki-laki itu segera meminumnya sampai tandas, lalu menerima tisu yang diberikan Andara.
   "Sudah enakan?" Devandra mengangguk. Andara menepuk tengkuk Devandra untuk memastikan laki-laki itu baik-baik saja. Devandra mengambil tangan Andara dengan senyum menghiasi wajahnya. Â
   "Jegeg, jujur pada diri sendiri itu menyenangkan. Jatuh cinta itu tidak salah. Bli lihat, dia anak yang baik. Perhatian sama kamu, tidak posesif. Dia melindungi kamu dengan caranya, melihat kamu bermanja dengan Bli, dia tetap anteng. Enggak gusar seperti yang satunya. Kalau Bli jadi kamu, Bli akan memilih dia. Sepertinya, Ayah juga setuju punya mantu kayak dia."