Panggung politik nasional jelang kontestasi pilpres 2024 mendatang semakin hangat dan menarik disimak. Setiap koalisi punya dinamika dan permasalahan tersendiri. Penentuan siapa cawapres yang akan diusung oleh masing-masing koalisi menjadi pembahasan yang tak pernah ada habisnya. Tak terkecuali oleh Koalisi Perubahan yang beranggotakan Partai Nasdem, PKS, dan Partai Demokrat.
Setidaknya hingga detik ini, koalisi yang paling awal terbentuk itu tak kunjung memastikan siapa cawapres Anies Baswedan. Hal ini seharusnya tidak jadi masalah karena capres lain pun belum mengumumkan pendamping mereka. Namun, Partai Demokrat yang secara terbuka mendesak Anies segera mengumumkan cawapresnya menimbulkan tanda tanya di mata publik. Mengapa Partai Demokrat seagresif itu?
Meskipun Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menyatakan usulan segera mengumukan nama cawapres karena waktu yang tersedia untuk konsolidasi tidak lama, publik sudah terlanjur menduga ini sebagai ultimatum dari Partai Demokrat kepada Anies. Posisi tawar ketiga partai dalam koalisi ini cenderung berimbang. Sayangnya, apabila 1 partai saja angkat kaki maka Koalisi Perubahan bisa gagal mengusung pasangan capres-cawapres. Dan Partai Demokrat sudah mulai memainkan siasatnya dengan situasi hari ini.
Akankah manuver Partai Demokrat ini bisa menggagalkan pencalonan Anies Baswedan? Benarkah ada upaya menjegal mantan Gubernur DKI Jakarta itu sebagai capres 2024?
Semua Tergantung Partai
Peraturan yang ada saat ini sangat jelas menegaskan bahwa satu-satunya kendaraan untuk maju dalam kontestasi pilpres adalah melalui partai politik. Otomatis, maju atau tidaknya Anies Baswedan tergantung pada manuver partai pengusung. Kalau Nasdem, PKS, dan Demokrat tidak pecah kongsi bisa dipastikan Anies Baswedan akan melenggang dengan mulus sebagai capres. Tapi kalau ada satu saja partai yang bermain mata, dan tidak ada partai politik (parpol) lain yang masuk menggantikan, maka Anies hanya akan menjadi penonton pada pilpres 2024 mendatang.
Kultur politik Indonesia yang kelewat dinamis membuat semua kemungkinan masih bisa terjadi. Bukan tidak mungkin tiba-tiba Golkar akan mendukung Anies Baswedan, dengan syarat harus menjadikan Airlangga Hartarto sebagai cawapres, misalnya. Atau PKB yang merapat ke Anies lantaran Gus Muhaimin tak kunjung dipinang oleh Pak Prabowo. Semua masih mungin terjadi. Dan episode-episode tersebut selalu menarik untuk dinantikan dan dinikmati.
Menjegal Anies? Untuk Apa?
Menurut saya yang awam ini tidak ada upaya penjegalan Anies Baswedan sebagai capres yang datang dari luar koalisi mereka. Apalagi menuduh rezim yang menghendaki hal tersebut. Rasanya Pak Jokowi tidak sebodoh itu menggunakan kekuasaannya untuk berbuat kezaliman yang gampang dilihat mata. Pertaruhannya adalah nama baik dan kredibilitas beliau sebagai orang nomor 1 di negara ini.
Kesan Anies akan dijegal justru datang dari internal Koalisi Perubahan. Penjegalan Anies adalah interpretasi dari dinamika nasional yang terjadi beberapa waktu terakhir. Mulai dari 2 menteri Nasdem yang terjerat kasus hukum, PK yang diajukan Moeldoko terhadap Partai Demokrat, hingga isu-isu liar yang dilempar dengan sangat nyaman oleh Denny Indrayana dari Australia sana.
Saya sangat memahami hal ini karena jika Anies dicitrakan sebagai sosok yang dizolimi ia berpotensi meraih simpati publik. Watak orang Indonesia itu gampang kasihan. Lihatlah SBY yang berhasil menang di pilpres 2004. Atau Jokowi yang berhasil menang Pilgub DKI 2012 setelah beberapa waktu sebelumnya dikatai "bodoh" oleh Gubernur Jawa Tengah ketika itu, Bibit Waluyo. Semakin Anies terlihat dizolimi, semakin besar kemungkiannya mendapatkan simpati publik. Sebagai sebuah strategi politik tentu tidak ada yang salah dengan ini.
Anies Harus Tetap Bertarung
Bagi saya yang awam ini, akan sangat tidak seru melihat kontestasi yang hanya diisi oleh orang-orangnya Jokowi. Oleh sebab itu, Anies Baswedan sebaiknya harus tetap nyapres agar masyarakat punya lebih banyak pilihan dan kontestasi menjadi lebih seru. Tentu ini baik bagi demokrasi dan iklim politik nasional kita. Bahkan apabila ada 4 poros yang bertarung akan sangat baik. Jangan lupa bahwa Golkar dan PAN bisa saja mengajukan pasangan capres-cawapres mereka sendiri.