Selama ini saya sering menulis dengan hanya ditemani kopi tapi rasanya kopi saja kurang sakti. Apakah kehadiran rokok akan menyempurnakan tulisan saya sehingga bisa nembus media-media yang selama ini belum bisa saya taklukan?
Nampaknya jawabannya ada pada lirik lagu Fix You dari Coldplay "But if you never try you never know"
Saya memang ingin mencoba. Namun rasa ingin itu hanya terbatas pada keinginan semata tanpa keberanian mengeksekusi. Adalah pesan dari mama tercinta pada saya agar tidak merokok yang menjadi faktor utama keberanian itu belum juga terlaksana. Pesan itu beliau sampaikan sejak pertama kali saya nyantri sekitar 10 tahun lalu.
Selain membayangkan rokok sebagai salah satu faktor peningkat produktivitas, saya juga meyakini rokok bisa meningkatkan kualitas interaksi sosial. Lihatlah dua orang yang tak saling kenal dapat berinteraksi di sebuah kafe lantaran ingin meminjam korek untuk menyalakan rokoknya.
Tengok pula orang-orang di smoking room yang tidak saling mengenal namun bisa bercengkrama tanpa kesulitan. Dan yang paling sering bikin saya merasa ngga enak adalah ketika punya kenalan baru, lalu dia menyodorkan rokok dan koreknya, dengan berat hati saya harus mengangkat kedua tangan sebagai isyarat tolakan dan mengatakan "maaf, nggak merokok". Sumpah ngga enak banget rasanya!
Menjaga amanah mama bukan berarti saya adalah anak yang baik dan patuh. Hanya saja saya sadar saat ini saya masih minta duit ke beliau. Tidak etis rasanya membeli sesuatu yang beliau larang dari uang yang beliau berikan.
Mungkin kelak, ketika saya sudah bisa menghasilkan cuan sendiri saya akan bernegosiasi pada mama dan meminta izin untuk mencoba menghisap rokok. Kalau ditanya alasannya apa saya akan jawab "panutan-panutan saya rata-rata merokok, siapa tahu kelak bisa jadi panutan juga buat orang lain". Entah lah ini pikiran yang keliru atau ada benarnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H