Ayat ini sangat populer di kalangan ikhwan-akhwat. Bahkan oleh beberapa ustad ayat ini dijadikan doktrin untuk segera menikah tanpa mengkhawatirkan finansial ataupun materi. Hanya saja, kita pun harus memahami bahwa karunia Allah ndak bisa datang dengan simsalabim. Tidak bisa muncul seketika saat ijab-qabul paripurna diucapkan. Perlu proses, usaha, dan ada harga yang harus dibayar untuk meraih karunia itu. Tak cukup dengan harapan dan doa tok.
Logika ayat ini dimana? Umpamanya, sederhana wae lah, ada seorang wanita yang tidak bisa masak, kemudian ia menikah, maka setelah menikah ia akan berusaha biar bisa masak, agar dapat menghemat pengeluaran dan yang terpenting bikin suami tambah betah dirumah. Jangka panjangnya ya disayang anak-anak dan ibu mertua.
“Buset, sesederhana itu, bang?”
“Lah kan tadi saya sudah bilang, yang sederhana wae contohnya”
“Tapi...”
“Tapi apa??? Bro, kompetensi itu kemampuan. Otomatis ketika kamu mampu berhutang berarti kompetensi kamu adalah the hutanger, ketika kamu mampu masak berarti kompetensi kamu adalah the masaker, dan saat kamu mampu hidup sendiri berarti kompetensi kamu adalah the jomblower”
“Edan”
“Lah emang edan! Ini contoh sederhana. Sekarang pilihannya ada di kamu, mau punya kompetensi yang sederhana seperti yang barusan saya sebutkan, atau kompetensi yang luar biasa. Gitu bos”
So, kesimpulannya, salah satu langkah meningkatkan kompetensi menurut perspektif al-Qur’an adalah menikah. Percayalah, ketika Engkau sudah memiliki keinginan yang kuat untuk menikah, baik pra maupun pasca menikah akan ada kompetensi tambahan yang kan Kau miliki. Jika tak percaya silahkan tanya pada rumput yang bergoyang. Eh, nggak ding, maksudnya pada orang-orang menikah yang sering bergoyang.
Al-Baqarah 115
“Dan milik Allah timur dan barat, kemanapun kamu menghadap di sanalah wajah Allah. Sungguh Allah Mahaluas, Maha Mengetahui”