Mohon tunggu...
Kine Risty
Kine Risty Mohon Tunggu... lainnya -

Aku mencintai senja karena semburatnya memberikan kehangatan penuh dengan kerinduan dan sekarang terdampar di Thailand

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Layar Kotak Itu Telah Merebut perhatian Papa

18 Januari 2011   04:28 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:27 287
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Didiklah anak dengan kelembutan, maka dia akan lebih mendengarkanmu. Tapi dengan kekekrasan akan semakin membuat anak  brutal!

Dia menangis meraungraung sambil bergulung-gulung di lantai, masih dengan seragam sekolahnya. Sesekali mulutnya meracau dan kakinya menendang pintu. Bruaaaaaaakkkk, Pyooooorrr!! Pintu kaca itu telah pecah karena tendangan yang sangat keras.

" Pasti, papa akan membunuhku" raungnya sambil ketakutan. Nenek, aku, dan sailo tak bersuara. Membiarkan menangis sampai puas. Kalaupun aku coba untuk merayunya dan menenangkan tangisnya, serasa siasia. Dia tak bakalan mendengar dan bahkan akan lebih kacau lagi. Dia memang berwatak keras. Bahkan dia selalu tidak suka melihat orang-orang disekelilingnya terlihat bahagia. Dia akan menciptakan keonaran dengan memukul sailo layaknya memukul binatang.

Kringgg !! Suara tangisnya terhenti dan meraih telpon.

" Wai, papa" jawabnya sambil terisak.

" Lei kau mea?" bentaknya dari seberang sana.

Dia tergugu tak mampu memberi pembelaan karena dia yang salah. Terdengar suara menggelegar membuatnya semakin ketakutan. Rasanya keluarga ini tidak ada lagi kedamaian. Mereka selalu mengedepankan ego dan kemarahan. Sailo terdiam dengan pandangan kosong. Sesaat kemudian dia merangkulku dengan wajah ketakutan. Kulihat wajahnya memar oleh pukulan yang di berikan kakaknya.

" Cece ho kengkeng" suaranya gemetaran sambil membenamkan wajahnya dibalik punggungku. Air bening jatuh dari kelopak mataku. Aku sudah angkat tangan dengan keadaan ini. Hanya bisa diam dan tak mampu lagi memberi pengertian kepada Koko untuk tidak memukuli Sialo.

" Sailo, emsai keng. Yau cece haito" Jawabku untuk menenangkan ketakutanya.

" Tanhai lei yu cau, pingko kau ngo yugo Koko ta o" Jawabnya memelas.

Kupeluk dia sampai sayur yang dalam wajan gosong. Alamak...kaumenga! Ku suruh Sailo merapat ke Nenek yang biasa kupanggil Mama. Aku meminta mama menjaganya. Mama sudah tua dan kuwalahan melerai mereka. Sedangkan aku melanjutkan menyiapkan makan malam. Kulihat Koko sedang kecapean menagis. Kalau sudah begitu, aku berani angkat bicara. Kurayu dia untu mandi dan siapsiap makan malam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun