Puri Saraswati
Ini masih lanjutan dari  Artikel yang lalu . . .
Dari berburu batik di PGS Solo, kami rombongan berencana mampir di tempat oleh-oleh buah tangan dan segera menuju ke guesthouse dulu untuk beristirahat, ternyatawaktu di Solo pun tidak mau berdamai, waktu terasa cepat sekali berlari, apalagi ketika mengarungi kemacetan di alun-alun-pasar klewer waktu benar terasa cepat berlalu, hingga jarak tempuh lumayan lama karena macet, kalau begini rasanya tidak ada bedanya sama Betawi, hanya satu kata sabar. Tepat magrib kami sampai di Penginapan. Saat mempersiapkan diri untuk makan malam sepertinya waktu juga sangat singkat karena diluar sudah terdengar ramai rekan-rekan Kompasianer pria, terdengar seperti kumbang weng-weng . Â . Â .
Sebelum berangkat makan malam kami kedatangan teman-teman Kompasianer dari Solo, Niken Sulistyowati serta dua anaknya, Toni AKA Tante paku, Dhimas dan Sri Sugianti beserta suami. waduh seru juga ngobrol sama mereka Masih asyik-asyiknya ngobrol kami sudah diberitahu oleh Agatha dari Deltomed untuk keberangkatan ke Restaurant Goela Klapa. Kompasianer Solo juga diajak tapi mereka menolak, lebih baik menunggu saja di Wisma Teratai. Aduh maaf ya mbak-mbak dan Mas-mas, padahal kalau mau ikut tambah gayeng obrolan kita. Penulis teringat yang namanya Toni AKA Tante Paku sudah familiar di lapak penulis karena waktu penulis masih baru menjadi warga Kompasiana beliau ini rajin ngendangi(mengunjungi) lapak penulis, memberi vote dan komentar-komentar yang menambah semangat, jadi merasa diuwongke karena sebagai anak bawang dikunjungi oleh pentolan-pentolan di Kompasiana terasa semangat membuncah, sebenarnya bukan tante paku saja yang hadir dilapak, tetapi yang kali ini bisa bertemu bertatap muka dengan penyemangat menulis bersama Tante Paku jadi seperti sudah kenal lama layaknya.
Atas berdiri, Gapey Sandy, Toni AKA Tante Paku, Thamrin Sonata, Sulhan Rumaru, Baharudin Nur, Adian Saputra, suami Sri Sugianti, dan Dwi Suparno. Â Duduk ki-ka Dzulfikar, Vita,Niken, Sri Sugianti, Penulis dan Tubagus Encep
oOo
Wah, pulang makan malam badan terasa lungkrah(lelah amat sangat) karena beberapa hari sebelum keberangkatan kebetulan banyak sekali kegiatan, jadi mungkin ini yang vinal tidak kuat lagi untuk ngobrol dan kumpul bersama mereka karena ngantuk. Begitu juga Kompasianer Yoshua juga tak ikut makan malam karena kurang enak badan. Maafkan rekan-rekan Kompasianer Solo saya menyiapkan tenaga untuk esok hari, karena masih banyak sekali kegiatan wisata. Bruuk mak bless langsung merem.
Seorang Kompasianer masih tertinggal di penginapan.
Pagi, keberangkatan ke Candi Ceto menyisakan gelak tawa tersendiri karena ada Kompasianer yang tertinggal di penginapan, Alkisah ketika kami sudah naik ke mini Bus, Sopirnya  menjalankan Bus  secara pelahan. Kami pikir hanya ingin memarkir mini bus didepan gang, karena jalan depan penginapan tidak terlalu luas, agar mobil lain tidak terganggu untuk melintas, tapi ternyata mini bus kami jalan terus, kami bilang penumpang masih kurang satu, mobil berhenti sebentar bergerak lagi akhirnya dengan agak keras kami suruh bus stop. Tadinya kami mengira Bang Ben-Baharudin Nur berada di mobil belakang, ketika coba menelpon ternyata disana tidak ada, terpaksa mobil belakang berputar arah kembali ke penginapan untuk menjemput.
Geli saja kami, padahal Bang Ben sudah siap dari pagi, kita sarapan bareng, saling cerita, artinya semua sudah siap jalan, hanya karena mengambil sesuatu dan mengunci kamar jadinya tertinggal. Bukan anak kecil saja yang bisa tertinggal kami semua tertawa. Tidak apa-apa sebuah Dagelan dari sebuah kebersamaan, seru.
Puncak Candi Ceto dalam keadaan berkabut tebal
Memutuskan Jalan-jalan ke Candi Ceto.
Tadinya perjalan ini banyak yang akan di kunjungi antara lain Gerojogan Sewu di puncak Tawang mangu, Candi sukuh dan Candi Ceto, saya sampaikan bahwa dengan waktu yang sangat mepet, tidak mungkin kami turun ke gerojokan sewu, disamping jauh, jalannya juga agak licin jangan-jangan bisa turun tidak kuat naik kembali. Akhirnya diputuskan untuk ke Candi Ceto. Mobil mini Bus yang kami tumpangi segera menuju pada puncak ketinggian yang cukup menggetarkan dengan jalan yang agak sempit berkelok-kelok bahkan menanjak tajam membuat penumpang sekali-kali menahan nafas, mampu kah mini bus ini menanjak, sampai di puncak Ceto?
Dan memang benar Candi ceto membuat Kompasianer terhibur, disamping alamnya yang sangat aduhai, mengingatkan kami bahwa sejarah masa lalu masih ada kaitan erat dengan kami sebagai cikal bakal Negeri tercinta ini. Sampai di puncak Ceto kami sangat girang, kabut tebal mengucap selamat datang pada kami dan memeluk kami dengan kabut suci putih bersih dengan hembusan udara yang sangat sejuk, duhhh. . . nikmatnya, tidak saya sia-siakan, segera mencoba mengalirkan udara sejuk tersebut kedalam paru-paru dengan menghirup dalam-dalam udara bersih pegunungan dengan bantuan tangan yang saya rentangkan keatas tegak lurus dengan mengatubkan kedua jari yaitu Jari Jempol dan jari Tengah saling menyentuh, lalu mengeluarkan udara kotor bawaan dari Pamulang.
Candi Ceto sudah beberapa kali saya kunjungi, kadang malam hari, lebih tenang lagi ketika kami berada malam-malam di Purinya. Tatkala memasuki kawasan bersejarah seperti ini bayangan zaman masa lalu yang selalu saja kembali berkelebat menyembul pada permukaan alam pikir tanpa batas, gambaran para Priyagung seniman arsitek yang mendesain Patung-patung, stupa undakan/trap-trapan, membabat lahan hutan hingga konturnya berbentuk seperti sekarang ini. Yang kagum lagi Pimpinan proyek dapat mengarahkan para pematungnya untuk membentuk arca yang demikian artistik, mengangkut batu dengan tenaga manusia atau dengan kekuatan batin, berapa ribu masyarakat yang dikerahkan berapa yang menjadi kurban meninggal kecelakaan kerja, cacat karena kecelakaan kerja padahal belum ada asuransi, kemudian terkena penyakit malaria dan lainnya.
Nah disini ada hubungannya dengan PT Deltomed yang mewarisi obat herbal, dari zaman dahulu obat herbal sudah bermain dan berjalan lancar, belum ada Dokter yang mengobati sisakit, paling dukun. Misalnya untuk sakit malaria dengan buah kina, untuk kaki patah luka semua sudah ditangani oleh ahli tanaman obat zaman dahulu, dengan pengobatan yang tokcer/manjur, kalau dipikir lagi padahal tidak ada kendaraan untuk mengangkut mereka yang sakit(mereka masih menggunakan tandu dengan dipikul) Aduh, Subhanalloh, Alloh yang menciptakan manusia Alloh yang mengatur manusia tentang kepandaian manusia pada zaman dahulu untuk membuat ramuan secara primitif. Kemudian belum ada truk pengangkut batu-batu, belum ada listrik apalagi komputer. Subhanalloh.
Maka dari itu mari lestarikan barang-barang yang ada disetiap peninggalan sejarah itu, jangan sampai hilang, entah dirusak apalagi dijual, terbayang sulitnya pembuatan dimasa itu, dengan darah yang bercucuran pastinya.
Setelah sama-sama mengagumi Candi Ceto dan puas berfoto dan menaiki undakan, saya menyelinap jalan samping disana ada jalan yang menuju puri Saraswatiserta sendang Saraswati, Â yang belum sempat saya kunjungi. Keingin tahuan selalu menyeruak, meski harus menempuh jalan menanjak, tak apalah. Sementara Kompasianer lainnya masih asyik berfoto saya mencoba untuk mendaki, setelah sampai baru tahu bahwa Kompasianer Dzulfikar juga tertarik mengunjungi Puri Saraswati. Setelah melalui jalan mendaki dengan undakan tidak terlalu terjal maka sampailahdi Puri Saraswati, suasana sangat amat tenang dan sejuk setenang gaung nama Saraswati yang adalah dipercaya sebagai Dewi Kebijaksanaan dan dipuja sebagai Dewi Ilmu Pengetahuan.
Di dalam puri terdapat kolam tirta didalam kolam petirtaan terdapat batu simbol kewanitaan, konon siapapun yang membasuh muka bisa awet muda, sementara air yang ada didalamnya adalah air sesejuk pegunungan yang mengandung mineral bagus sekali untuk kulit.
Sebenarnya waktu masih kurang lama untuk meresapi keindahan Candi Ceto dan sekitarnya yang sejuk dan tenang, tapi karena perjalanan masih panjang jadi maka sekian saja dahulu berkunjungnya.
Kami rombongan meninggalkan Candi Ceto turun menelusuri jalan yang menukik tajam menuju ke tempat rehat teh di Rumah Minum Teh Ndoro Donker, Disana kami benar-benar santai Para Kompasianer, Admin Kompasiana dan EO Deltomed menikmati saat-saat minum teh dengan berfoto Ria, sambil ngemil Tahu goreng , pisang goreng dan bitter bolen, minumnya teh dan lain sebagainya, saya nyengar-nyengir sendiri menyaksikan perilaku yang sedang menikmati suasana, ada yang sedang PDKT, siapa yah? Mari kita lihat jejak rekam melalui camera.