Tanaman benalu bambu ini mempunyai arti khusus bagi penulis karena ada Amanah dari seorang teman tetapi juga tetangga depan rumah yang sedang sakit serius. Sebelum menghadapSang Maha Pencipta masih sempat memperhatikan nasib tanaman Benalu Bambuyang langka dari Badui sekitar dua tahun yang lalu.
Kenangan ini selalu melekat ketika menyiram dan merawat tanaman benalu bambu yang tergantung di teras atas belakang rumah, penulis selalu terngiang, kata-katanya serta terbayang ekspresi wajahnya saat menitipkan tanaman langka pemberian orang suku Badui dari Banten. Dan ketika menyiram tanaman penulis suka bergumam : “Hen, ini benalu Bambunya sudah besar dan subur” Entah paham entah tidak, dia sudah di Alam Barzakh.
Kemungkinan jika beliau tidak menitipkannya kepada penulis, pastinya tanaman tersebut sudah mengering dan dibuang ditempat sampah.
Teman ini seorang dosen, namun posisi ditempat kerjanya sudah menduduki puncak karier, dengan banyak embel-embel titel, dia adalah sarjana biologi ITB mengantongi S2 nya di Canada sesampainya ditanah air masih melanjutkan program pasca sarjananya di IPB dan lainnya, dimasa kuliah beliau aktif mendaki gunung menjadi anggota Mapala.
Bahkan sebelum divonis dokter bahwa dia mengidap kanker usus stadium empat ini, dia baru saja pulang dari mendaki ke Gunung Kilimanjaro di Afrika masih dalam keadaan segar bugar.
Biasanya beliau ini tempatnya penulis bertanya ketika penulis menemukan ular dirumah, setelah ular tersebut dapat ditangkap dimasukkan kekantong plastik lalu ditunjukkan kepada beliau untuk mengetahui besar kecil bisanya dan jenis ular apakah gerangan. Setelah itu kemudian dilepaskan lagi. Kami wanita-wanita yang tidak pernah merasa takut dan jijik pada mahluk hidup yang sama-sama ingin hidup dibumi ini, asalkan satu sama lain tidak saling menyakiti, kalau bisa malah berbagi, entah makanan ataupun tempat untuk tinggal.
Karena aktifnya dilingkungan bersama teman akademisinya beliau sering berkunjung dan merangkul suku-suku terasing di Negeri ini yang paling dekat saat masih hidup adalah dengan masyarakat suku Badui, beliau dengan keluarganya sering menginap di Badui sampai behari-hari.
Penulis juga sering melihat kehadiran beberapa orang suku Badui dalam dan luar, dengan pakaian kadang-kadang serba putih tanpa alas kaki menggendong buntalan warna putih, bahkan penulis pun suka ngobrol juga sama mereka, sebab mereka selalu menginap dirumah kenalan itu.
Saat beberapa kali menjenguk, terlihat kondisinya sangat menurun drastis, tapi semangat hidupnya masih tinggi. Ternyata itu merupakan pertemuan yang terakhir. Waktu itu dia mengundang untuk kerumahnya melalui asisten rumah tangganya, ternyata ada sesuatu yang mengganjal dipikrannya untuk mencarikan tempat serta orang yang bersedia merawat tanaman benalu bambunya.
Dengan agak terbata-bata dan memaksakan tersenyum dia berkata kepada penulis :
“Niek, aku punya benalu bambu masih agak kecil” diam sejenak, sambil mengatur nafas
“Tanaman ini katanya obat kanker, temen-temen Badui ku mencarikan untukku biar aku bisa sembuh” lanjutnya
“Tolong titip dirawat, aku percaya tangan mu dingin, semoga benalu bambu ini tetap bisa hidup” Katanya dengan mimik lega setelah menyampaikan keinginannya, meski penulis belum menjawab, tetapi sepertinya ada beban keinginan yang sudah lepas dari benak. Rupanya pikirannya terus mengganjal memikirkan nasib benalu Bambu, begitu besar perhatiannya dengan tanaman.
“Iya Siap, InsyaAlloh akan ku usahakan benalu-benalu tersebut bisa tetap hidup Hen . . ..” Ujarku menguatkan hatinya, padahal aku juga bertanya pada diri sendiri, apakah aku mampu merawat? Mendengar nama tanamannya saja baru.
“Kondisiku udah kaya gini, Aku ga mungkin pelihara benalu itu kan? Siapa tahu bisa berguna untuk orang yang membutuhkan” Merinding aku mendengar ujarnya, dirinya sendiri saja dalam keadaan sakit parah, masih memikirkan kegunaan tanaman bagi kesembuhan orang yang membutuhkan pengobatan.
“Yo wes, tenang saja Hen, nanti tak coba rawat semampuku, sing penting ibu sehat, sudah ya, benalu-benalu itu jangan menjadi beban pikiranmu, semoga Heni segera pulih” Kataku menguatkan suasana hatinya.
“Semangat ya Heni, ayo bangkit . . . dilawan penyakitnya jangan menyerah” ujarku sambil memompa semangatnya.
“Terimakasih Niek, aku juga masih pingin lihat kelahiran cucuku dua bulan lagi lahir”
“InsyaAlloh semoga ya bu . . . “ Air mataku sudah mulai mendesak keluar, dengan sekuat tenaga aku menahannya.
Tujuan penulis membuat artikel ini, siapa tau ada ahli botani yang singgah untuk membaca dan memberikan pencerahan kepada penulis, maupun ada ahli tanaman obat. Jika memang benar bahwa tanaman benalu bambu ada manfaatnya bagi kesehatan, silahkan jika ingin mengembang biakkan tanaman langka ini dengan kemampuan anda.
Tanaman bambu ini belum pernah berbunga untuk menghasilkan biji, jadi tidak mungkin dikembang biakkan dengan cara generatif. Masih dapat diharapkan dengan jalan mengkloning atau dengan system kultur jaringan.
Seharusnya benalu ini hidup dan menempel pada tanaman bambu agar mendapatkan makanan dari sari-sari yang ada pada tanaman bambu sehingga benar-benar memiliki kasiat yang dapat diharapkan.
Penulis sangat berharap agar benalu bambu ini bisa berkembang biak hingga bermanfaat bagi orang yang memerlukan, misalnya untuk pengobatan kanker.
Dengan mendonasikan tanaman yang mungkin tidak berarti, tetapi siapa tahu nantinya dapat membantu orang banyak sesuai keinginan Almarhumah dan semoga Almarhumah Henni mendapatkan tempat yang Indah Disisi Nya. Aamiin.
-Ngesti Setyo Moerni
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H