Perjalanan dari Samarinda pada siang hari itu membuatku berbunga-bunga, karena pengalaman dan nuansa Hutan yang aku ingin nikmati akan segera ku lewati. Iya, Hutan di Bukit Soeharto yang terkenal itu akan aku saksikan di siang hari, karena ketika team kami datang ke Samarinda tiga hari lalu melewati hutan ini berlansung pada malam hari. tidak dapat dengan jelas terlihat, hanya kerimbunan malam sahaja.
Kusampaikan selamat tinggal Samarinda, sampai jumpa dilain kesempatan, semoga aku bisa sering main ke Kalimantan hingga dapat mengunjungi pelososk bumi Borneo ini. Perjalanan yang ceria kembali membawa suasana yang renyah sesama team, didalam mobil kami bisa saling kontak-kontakan dengan alat komunikasi. Diantara kami rombongan saling berceloteh layaknya pelawak, penyiar radio(memang aslinya ada yang bekas penyiar) dan ada navigasi yang selalu memantau perljalanan, memberi peringatan jalan rusak, ada lubang, papasan dan lainnya. Pokok perjalanan ini dijamin tidak membosankan ditimpa pemandangan yang aduhai suara musik lembut terdengar sayup dari mobil Avanza sendiri, terkadang kami juga ikut rengeng-rengeng. Pokok kata Journey ini sungguh sangat mengasayikkan. Kalau ada yang tidur kadang di ganggu dan selalu ada yang usil,. Membuat cerita lucu kami pun terbahak sejenak. Yang masih sangat terngiang dan membuat aku terbahak adalah dialog mereka yang nggemesi.
“Mana suara Venni? Tidur ya, bangunin” Suara dari Avanza 3
“Ga! dia ga tidur, lagi asyik tuh, jangan diganggu “ kata mas Esha
“Asyik ngapain? kok ga bisa diganggu”
“Asyik nyemil, sekarang lagi sibuk ngusirin keripik”
“Lho kenapa keripiknya diusir-usir?”
“Keripiknya lagi main petak umpet dikawat giginya tu” kebetulan di mobil Avanza 1 ada mbak Michelle dari TAM dan mbak Venni dari Matari, yang sama-sama memakai kawat gigi, Perjalanan ini sungguh membuat banyak kenangan bagiku, bergabung dengan mereka jadi ingat anak-anak dirumah. Celetukan mereka sangat menghibur.
“Mana suara Mamie ni?” suara dari mobil 3 lagi(mas Chepi)
“Jangan panggil Mamie dong, masa Mamih-mamih” Jawabku
“Panggil apa dong Mam?” timpal mereka
“Panggil aja Bude”
Iya, aku paling ga suka dipanggil Mamma, tante maupun mamie, aku suka dipanggil BuNik atau Bude, semua ponakan ku tahu itu, mereka kalau manggil aku bu Nik(nama kecilku Niniek) yang lain ku arahkan tuk panggil Bude
Tahu kenapa?, aku ga pantas dipanggil demikian, wong aku orang Jawa deles ko dipanggil Mamie, Tante maupun Mamma, Nuansa kebarat-baratan, nanti ada tambahan dibelakang Mamie ireng, anak-anak dirumah biasa panggil aku Ibu. Hhhhh lebih pas dan lebih Greng ditelingaku.
oOo
Perjalanan ini termasuk cukup panjang jika suasana jalan lancar tidak macet dan padat waktu tempuh sekitar 2.5 jam sedangkan jarak antara Samarinda dan Balikpapan sekitar 120 km.
Jembatan sungai Mahakam
Keluar dari kota Banjarmasin, kami melewati Jembatan Sungai Mahakam yang Panjang, sambil padat merayap meski terlihat kokoh, jadi watir akan kemampuan jembatan ini untuk menahan muatan yang ada diatasnya karena banyak truk-trukbermuatan berat serta agak merayap diatas jembatan ini.
Setelah lewat jembatan Sungai Mahakam, keadaan jalan mulai berkelak-kelok kebanyakan tidak mulus, banyak lubangtanjakan turunan semakin membuat Mobil Avanza ini diuji kemampuannya. Benar-benar mencoba track yang sulit. Namun memang Avanza dapat diandalkan, tidak mengurangi kenikmatan penumpang didalam kabin. Tarikan ketika tanjakan juga tidak terasa ndut-ndutan, smooth saja. Tergantung juga bagaimanacara pengemudi menyikapi membawa Avanza ini, kalau kita tahu tanjakan jika yang manual, harus sudah di sesuaikan giginya, jauh-jauh sudah ancang-ancang, Tetapi jika tanjakan pada antrian ya paling mainnya hanya digigi satu, dua. Dengan injakan gas yang tidak terlalu diforsir, begitu juga dengan Matik, harus siap kontrol di posisi untuk tanjakan dan turunan.
Hutan Bukit Soeharto memang lebat diluarnya, perasaan penanaman hutan ini sudah berlangsung lama, tapi batang pohonnya masih terlihat kecil. Cukup bangga melihat hutan yang rimbun pada siang hari. Dengan kelokan turunan tanjakan yang tajam dalam pelukan hutan terasabenar-benar menikmmati hutan yang sebenarnya. Tetapi itu yang terlihat dari luar sepanjang jalan. Coba kita lihat apa yang terjadi didalam hutan???
Ini catatanku dan gambaran keadaan Hutan sesungguhnya yang ada dibagian dalam hutan, digerogoti dari dalam sedangkan yang di luar sepanjang jalan dibiarkan tumbuh. Apakah ini bukti kurang tegasnya aparat setempat atau bagaimana? Aku prihatin dalam hal ini, aku masih punya andil memiliki hutan di Indonesia ini karena aku adalah rakyat Indonesia. Kepada siapa lagi akan aku tiitipkan hutan ini, jika aparat tarkait saja tidak mampu berbuat tegas terhadap pembalak dan pencaplok, perusak hutan hanya karena untuk kebutuhan diri pribadi. Paling tidak dimusim hujan yang terus menerus ini ada kesempatan untuk menyulam kembali hutan yang sudah diporak porandakan. Ahkirnya setelah hutan gundul, didirikanlah perumaham-perumahan yang mendatangkan uang dengan sertifikat bodong, namun lama kelamaan sertifikat tersebut dapat di putihkan.
"Ya Alloh Mohon Luruskan hati bangsa Indonesia ini untuk ramai-ramai mau menyulam dan menanam hutan kembali. Amien."
Nah, fakta yang terjadi sepintas gambar Hutan, kalau hutan sudah hancur kemudian dijadikan perkebunan kelapa sawit, ya silahkan, memang hutan itu hanya milik kalian, betul??
oOo
Perjalanan jelajah Kalimantan melewati Hutan Bukit Soeharto berujung pada Rumah makan yang ada dipinggir hutan, sepertinya hanya inilah satu-satunya rumah makan yang terlihat ramai, banyak pengunjungnya. Menunya tidak spesifik, biasa saja jadi tidak aku angkat disini.
Yang membuat aku sangat salut kepada pengusaha tahu goreng Sumedang, pemasarannya sudah merambah ke kawasan Pulau Borneo, masak aku Kuliner ke Kalimantan yang kunikmati tahu Sumedang? Selamat ya tahu Sumedang anda jeli melihat pangsa pasar. Terbukti laris manis.
(Bersambung)
-Ngesti Setyo Moerni
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H