Mohon tunggu...
Farah Agustina
Farah Agustina Mohon Tunggu... -

lihat dan bacalah hingga mengerti dengan ribuan kata-kata cerminkan diri,,

Selanjutnya

Tutup

Puisi

sang wakil

21 November 2010   03:42 Diperbarui: 26 Juni 2015   11:26 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Sumi adalah seorang perempuan yang begitu kuat,umurnya baru 20tahun,ketika ia memutuskan untuk pergi ke sebauh dunia yang tidak ia kenal. Ia bersma sri seorang temannya yang berasal dri jawa tengah berkelana. Ia merasakan sangat senang karena dapat merubah nasib keluarganya yang di kampung. Ia menitipkan kampung halaman juga keluarganya kepada wakilnya yang bernama sang wakil. Sumi memberikan kepercayaan kepadanya,akan tetapi ia begitu sedih melihat wakil yang duduk di kursi mewah itu. Sumi membelikan mereka rumah mewah berikut isinya juga mobil mewah yang akan memfasilitasi wakilnya agar dapat bekerja dengan baik. Namun sumi melihat pengkhianatan di mata wakilnya. Ia bahkan di cemoohkan dan di tendang. Wakilnya melupkan dirinya. Bahkan sumi pun di lukai. Bibirnya lebam, badannya penuh sundutan rokok. Ia pun berbicara kepada wakilnya tentang dirinya juga teman-temannya yang mengalami nasib serupa, namun sumi tak begitu dihiraukan apalgi teman-temannya. Salah seorang temannya yang bernama sri, menelpon sumi menagis-nangis lantaran ia terlantar di bandara. Dan ia melihat sang wakil lewat di hadapannya, ia terlantar di bandara karena ia kabur dari tempat ia bekerja lantaran ia mengalami hal yang sama seperti sumi. Sri berkata ketika ia memanggil sang wakil berkali-kali, namun sang wakil tidak juga menoleh kepadanya. Ia berjalan dengan muka terangkat. Sri sedih sekali, begitu juga sumi yang mendengar kawan seperjuangannya di acuhkan begitu. Lalu sumi pun menelpon sang wakil, beberapa kali di telepon akan tetapi sang wakil tidak menjawab telpon sumi. Sumi marah sumi sakit hati kepada wakilnya. Lalu dengan kondisi yang masih sangat lemah, sumi curhat kepada seorang temannya yang bernama media. Ia berkata bahwa sang wakil mengkhianati dirinya, mencampakan keluaraganya juga temannya. Ia memakan habis uang yang ia titipkan untuk keluarganya di desa. Sang wakil memakai sendiri fasilitas yang sumi berikan kepadanya. Sang wakil pergi. Namun media membuka semua kelicikan sang wakil. Harusnya tak perlu ada fasilitas mewah yang sumi berikan kepada sang wakil yang berkhianat. Sumi, sri dan keluarganya di kampung hanya bisa menangisi kejahatan sang wakil yang di beri makan oleh mereka. Kacang lupa kulitnya begitulah sri sumi dan yang lainya menjuluki sang wakil.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun