Perkembangan dunia modern menyebabkan terbentuknya kecanggihan teknologi yang dapat menjadi tonggak para manusia untuk menjalankan kehidupannya. Kecanggihan teknologi yang terus berkembang hingga saat ini menyebabkan terbentuknya lapangan pekerjaan baru. Akhirnya lapangangan pekerjaan ini mengundang minat para masyarakat untuk menduduki pekerjaan tersebut. Merasa mendapatkan pekerjaan itu mudah membuat banyak masyarakat pindah ke perkotaan. Tanpa disadari kalau
Kota Jakarta sebagai pusat perekonomian adalah tempat utama terjadinya perkembangan kecanggihan teknologi di Indonesia. Akibat teknologi yang lebih canggih, Kota Jakarta menjadi daya tarik tersendiri untuk didatangi para perantau yang ingin menjunjung masa depan yang lebih baik. Pada tahun 2024 terdapat 10.000-15.000 jumlah perantau yang datang ke Kota Jakarta (Dukcapil Jakarta, 2024).Â
Hal ini tidak sebanding dengan lapangan pekerjaan yang disediakan hanya sebanyak 2.000 orang. Â Lapangan pekerjaan yang tidak sebanding dengan jumlah perantau yang datang menyebabkan tingginya persaingan yang sering terjadi di Jakarta. Para warga harus berlomba-lomba menunjukkan kualitas dirinya yang terbaik untuk mendapatkan posisi yang Ia mau di suatu perusahaan.Â
Persaingan ini membuat para warga untuk bekerja secara efisien dan cepat. Kewajiban dalam pekerjaan tersebut akhirnya menimbulkan pemikiran dari beberapa mereka yang ingin melakukannya secara instan. Banyak orang ingin mengambil langkah yang lebih instan tanpa memperhatikan keselamatan dan dampak terhadap lingkungan yang menyebabkan masalah sosial. Hal ini dapat terlihat jelas pada para pengendara motor yang melewati trotoar karena kebutuhan pekerjaan yang mengharuskan mereka untuk bergerak lebih cepat.Â
Hal ini sering kali ditemukan pada orang-orang yang menggunakan jalan sebagai media utama pekerjaan mereka. Contohnya seperti kurir online, ojek online, dan sebagainya. Selain para pengendara motor penyalahgunaan trotoar juga terjadi pada para penjual yang menjual barangnya di trotoar. Hal ini disebabkan karena tidak adanya tempat strategis yang diberikan pemerintah sehingga barang jualan mereka bisa lebih laku. Tempat-tempat yang seringkali diberikan pemerintah adalah tempat yang tidak strategis dan jarang dikunjungi oleh para pembeli.Â
Hak bagi pejalan kaki telah diberikan pemerintah untuk menjaga keamanan masyarakat saat sedang berada di tempat umum. Dari pengertiannya, setelah dilakukan sebuah kewajiban akan diberikan hak. Namun, dalam kondisi ini trotoar diberikan supaya masyarakat menaati peraturan yang ada dan dapat berjalan kaki dengan tenang. Trotoar sebagai tempat di pinggir jalan supaya pejalan kaki dapat berjalan, sering kali disalah gunakan oleh masyarakat.
 Diferensiasi sosial yang sifatnya horizontal menjadi salah satu faktor terjadi hal tersebut, dikarenakan banyak masyarakat memiliki variasi pekerjaan yang berbeda dan menyebabkan kesenjangan sosial dalam masyarakat. Mereka yang memiliki peluang besar untuk bekerja di perusahaan besar akan bekerja di perkantoran, dan mereka yang dari segi pendidikannya kurang memadai akan bekerja di wilayah dimana mereka dapat melakukan atau menjalankan usaha ekonomi mereka. Tercantum dalam pasal 131 Undang-Undang No.22 Tahun 2009, dinyatakan bahwa penggunaan trotoar merupakan hak untuk para pejalan kaki.
Ekonomi merupakan sebuah aktivitas yang berkaitan dengan produksi, konsumsi, dan perdagangan barang dan jasa. Ekonomi ini juga merupakan proses menukar barang dengan uang yang ada. Proses tersebut dinamakan proses jual beli. Keterlibatan yang terjadi sebelum dan sesudah memiliki barang yang akan dijual. Para pedagang diharapkan memiliki modal usaha yang cukup untuk memulai sebuah usaha. Namun, persentase penduduk miskin di jakarta sendiri adalah 4,9.Â
Hal ini diakibatkan dari kurangnya modal untuk usaha akibat kemiskinan yang melanda, mengakibatkan mereka menggunakan fasilitas pemerintah tidak sesuai dengan fungsinya. Dari kasus di DKI Jakarta dekat dengan Sekolah Santa Ursula Jakarta (SMA SANUR), banyak trotoar digunakan sebagai salah satu sarana untuk usaha masyarakat sekitar. Tidak hanya sebagai usaha untuk berjualan, namun untuk para angkutan transportasi online seperti Gojek karena harus buru-buru menjemput pelanggan.
Permasalahan utama dengan penggunaan trotoar sebagai tempat berjualan adalah gangguannya terhadap fungsi trotoar sebagai dasarnya. Trotoar yang seharusnya digunakan sebagai area aman dan nyaman bagi para pejalan kaki telah disalahgunakan oleh pedagang kaki lima (PKL) untuk berjualan. Hal tersebut dapat menyebabkan gangguan bagi pejalan kaki yang harus turun ke badan jalan untuk melanjutkan perjalanannya. Hal tersebut dapat meningkatkan risiko bagi para pejalan kaki untuk terserempet.Â
Seperti pasal 131 Undang-Undang No.22 Tahun 2009, tertulis bahwa penggunaan trotoar merupakan hak untuk para pejalan kaki sehingga penggunaan trotoar oleh PKL telah melanggar aturan hukum yang berlaku tersebut. Meskipun upaya penertiban terhadap penggunaan trotoar oleh PKL telah dilakukan oleh pemerintah dan satuan polisi, pelanggaran tetap terjadi di beberapa kota besar. Dengan ini dapat dinyatakan kalau ini merupakan sifat permasalahan sosial laten.Â