Megawati dikenal sebagai pemimpin yang keras dan tak mau diatur, sifat keras kepalanya ditularkan oleh ayahnya Soekarno. Mega juga termasuk pemimpin partai yang disegani oleh kadernya, lebih 20 tahun mega memimpin PDIP dan tak ada yang berani menggantinya lewat forum tertinggi sekalipun.
Sikap keras mega terhadap kadernya yang 'mbalelo' dan dianggap berbeda pandangan dengan dirinya sudah bukan fenomena baru. Saya paparkan beberapa :
1. Konflik Mega dengan I Made Mangku Pastika (Gubernur Bali), kita tahu periode 2008 - 2013, Mangku terpilih sebagai Gubernur yang di dukung oleh PDIP. Diakhir masa jabatannya, ada beberapa kebijakan Mangku yang ternyata tidak disetujui DPP PDIP dalam hal ini Megawati. Hal ini lah yang membuat Megawati enggan mendukung Mangku untuk periode berikutnya.
2. Konflik Mega dengan Rustriningsih (ex Bupati Kebumen dan Wagub Jateng). Rustriningsih adalah kader terbaik PDIP, dua kali menjabat sebagai Bupati Kebumen menjadi bukti bahwa dialah Bupati wanita terbaik saat itu. Keinginannya maju sebagai calon Gubernur 2013 ternyata tidak mendapat restu dari Megawati, entah apa sebabnya, sampai hari ini tidak ada alasan logis yang menyatakan bahwa Rustriningsih cacat sebagai calon. Mega malah memilih kader flamboyan Ganjar Pranowo yang tak punya power dan tidak mengakar di Jateng.
3. Konflik Mega dengan Bibit Waluyo (Ex Gubernur Jateng). Bibit waluyo adalah Gubernur terpilih periode 2008-2013 yang didukung oleh partai PDIP. Latar belakang Bibit yang militer dan keras, menjadi dasar konflik terbukanya sama Ketum PDIP. Bibit dengan terang terangan menolak menjadi juru kampanye Megawati ketika maju sebagai capres 2009. Dan akhirnya bibit harus kalah di pilkada periode kedua melawan ganjar pranowo.
4. Konflik Mega dengan Tri Rismaharini (walikota surabaya). Masa jabatan Ibu Risma masih satu tahun lebih lagi. Konflik berawal dari ketidakharmonisan Risma dengan wakil walikota yang sama sama menjabat sebagai kader PDIP. Wakil walikota ini dengan dengan DPP PDIP, begitu juga dengan ketua DPRD Surabaya yang juga berasal dari PDIP. DPP PDIP menekan Risma untuk menyetujui proyek jalan tol tengah yang melewati kota, intervensi DPP PDIP disampaikan melalui ketua DPRD dan wakil walikota. Inilah yang membuat hubungan Risma dengan Megawati tak harmonis dan berniat mengundurkan diri.
Melihat kasus kasus diatas, sangat jelas power Mega dalam mendikte kader dan calon yang didukung partainya. Bahasa mega memang tak secara langsung disampaikan tetapi gestur Mega bisa terbaca oleh pihak yang bersebrangan. Jika politik intervensi terus dilakukan mega, bisa jadi kader kader terbaiknya akan mudah berpindah haluan, dan akan menyebabkan perpecahan internal.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H