Mohon tunggu...
Kim Ikarose
Kim Ikarose Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Ika Maya Rose, penulis aktif novel dan cerpen di berbagai platform menulis, selain itu hobby menggambar dan melukis. Suka membaca dalam kesendirian. Di luar kegiatan sebagai penulis., bekerja sebagai guru seni menggambar untuk anak-anak.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ritual Tawa Gigi

25 Oktober 2024   15:08 Diperbarui: 25 Oktober 2024   15:51 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Jantungku berdegup tak karuan. Momen yang kutunggu dan kutakutkan bersamaan akhirnya tiba. Dengan langkah canggung, aku masuk ke dalam ruang praktik, diiringi bayangan keperihan yang sudah tergambar di benakku.

Di dalam, dokter gigi yang selama ini merawatku menyambut dengan senyuman. Dr. Arini, seorang perempuan berusia tiga puluhan, selalu mampu membuatku merasa sedikit lebih nyaman meski, jujur, ketenangan itu tak pernah bertahan lama.

"Bagaimana, Mbak Yolanda? Ada yang sakit hari ini?" tanyanya ramah.

Sementara aku duduk di kursi pemeriksaan yang menyerupai alat penyiksaan di abad pertengahan, aku menjawab, "Iya, Dok. Gigi graham belakang rasanya mulai ngilu lagi."

Dr. Arini mengangguk pelan, lalu mulai memasang sarung tangan dan masker. Seluruh proses itu selalu membuatku merasa seperti pasien operasi besar. Sementara ia mempersiapkan peralatan, aku mengingatkan diriku untuk bernafas dengan tenang. Namun, tepat di saat itu, sesuatu yang tak terduga terjadi.

"Tunggu sebentar, Mbak. Ada yang sedikit berbeda hari ini," ucap Dr. Arini sambil memeriksa sebuah alat di mejanya.

Alat yang seharusnya berupa bor gigi tiba-tiba mengeluarkan suara aneh. Bunyi yang lebih menyerupai suara dengung serangga raksasa daripada mesin medis yang sudah sangat familiar di telinga. Dr. Arini tampak canggung sejenak, sementara aku mulai merasakan kecemasan meningkat.

"Ah, sepertinya alatnya perlu diperbaiki. Tapi jangan khawatir, Mbak. Saya sudah terbiasa menangani keadaan darurat," katanya dengan suara tenang yang, jujur, tak banyak membantu.

Aku mencoba tertawa untuk meredakan ketegangan, tetapi rasanya lebih mirip lolongan ketakutan.

"Dok, ini alatnya masih aman, kan?" tanyaku dengan nada setengah bercanda, meskipun di dalam hatiku sangat berharap jawabannya pasti.

"Tenang saja, Mbak Yolanda. Ini hanya sedikit masalah teknis." Dr. Arini memeriksa alat itu lagi dengan tatapan yang lebih serius.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun